Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya dan meminta ampun dari-Nya, serta kita berlindung kepada-Nya dari keburukan jiwa-jiwa kita dan kejelekan-kejelekan amalan kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan, maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu baginya. Dan saya bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Amma ba’ad
Penulis kitab ini adalah Syaikhul Islam dan pembaharu da’wah tauhid yaitu imam Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman at Tamimi. Kunyahhnya adalah Abul Husain. Beliau Lahir di Negri ‘Uyainah, (tahun 1115 H) dan wafat di Dir’iyah, (tahun 1206 H).
Kitab Qawa’idul Arba’ merupakan tahapan kedua yang harus disempurnakan bagi seorang penuntut ilmu. Diantara sebab-sebab mengapa kita harus perhatian dengan kitab ini adalah:
Untuk meneladani para ulama terdahulu. | Nasehat para ulama untuk mempelajarinya. |
Didalamnya terdapat bantahan bagi kaum Musyrik di zaman sekarang. | Karena kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Kasyfu Syubhat. |
Kita memulai dengan kitab ini sebelum mempelajari kitab Kasyfu Syubhat agar jiwa penuntut ilmu tidak terjerat dengan syubhat apa pun juga.
Daftar Isi Kitab Qawa’idu Arba’
Kitab ini dapat dibagi menjadi tiga bagian
1. Muqadimah (Sumber-sumber kebahagiaan). | 2. Pentingnya mempelajari tauhid. | 3. Empat kaidah-kaidah Pokok. |
بسم الله الرحمن الرحيم (1)
Saya memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah, Tuhan Pemilik ‘Arsy yang agung semoga Dia menjadikanmu wali-Nya (2) di dunia dan di akhirat, serta terus memberkatimu dimana pun kamu berada (3).
(1). Sebab-sebab penulis kitab ini memulai dengan basmalah
Mecontoh kitab Allah dan para Nabi. | Meneladani para ulama salaf terdahulu, yang mana adat kebiasaan dalam tulisan mereka, yaitu memulai dengan basmalah. | Untuk tabaruk dengan nama Allah. |
(2). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “barang siapa yang beriman dan bertakwa, maka dialah wali-wali Allah.” Allah berfirman:
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿٦٢﴾ الَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ ﴿٦٣﴾
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (QS. Yunus :62-63).
(3). Barokah : Berkembang dan bertambah.
Tabarruk : Meminta berkah dan tambahan.
Mubarok : Yaitu dia yang selalu memberi manfaat dimana pun ia berada.
Tabarruk yang disyariatkan | Tabarruk yang dilarang yaitu tabarruk yang tidak dibenarkan oleh syariat dan hissi (perasa). Tabarruk seperti ini hukumnya syirik kecil |
Secara syariat : seperti shalat di mesjid haram atau shalat di mesjid nabawi. | Secara hissi (perasa) : seperti ilmu dan doa. Kita dapat bertabaruk kepada seseorang dengan ilmunya dan da’wahnya kepada kebaikan. Ini merupakan berkah; karena kita mendapatkan kebaikan yang banyak darinya. seperti kitabnya syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan ulama-ulama lain, yang Allah jadikan kitab mereka penuh berkah dan kebaikan, yang mana umat Islam mengambil manfaat darinya. |
Dan supaya menjadikanmu sebagai orang yang ketika diberi dia bersyukur (1).
Nikmat adalah ujian. Adapun dalilnya sangat bayak sekali, diantaranya:
وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Dan kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya : 35).
Dan firman Allah:
فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرّاً عِندَهُ قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
“Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan ni`mat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml : 40)
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku.” (QS. Al-Fajr : 15).
memuliakanku.” (QS. Al-Fajr : 15).
Dan disebutkan dalam hadits bahwa Allah pernah memberikan nikmat kepada tiga orang Bani Israil, yang mana Allah memberikan nikmat tersebut kepada mereka agar mereka diuji.
Nikmat berhubungan erat dengan tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah Dan cara mensyukurinya terbagi menjadi dua
Bergantung kepada Allah sebelum mendapatkan nikmat
Bersyukur setelah mendapatkan nikmat, yang terealisasi dengan:
Jenis yang pertama ini menuntut seorang hamba, untuk meyakini dan mengimani dengan mantap bahwa pemberi nikmat adalah hanya Allah ta’ala. Hatinya tidak bergantung kepada selain Allah dan tidak meminta nikmat kecuali kepada Allah ta’ala.
Sebgaimana surga tidak diminta kecuali kepada Allah, karena Dialah pemiliknya, demikian pula rezki tidak akan mungkin diminta kepada selain Allah ta’ala. Sebagaimana firman Allah:
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ
“Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati.” (QS. Al-Furqon : 58).
Dan firman-Nya:
إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ أَوْثَاناً وَتَخْلُقُونَ إِفْكاً إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقاً فَابْتَغُوا عِندَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ
“Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya”. (QS. Al-Ankabuut : 17).
Hati | Lisan | Anggota badan |
Yaitu dengan keimanan dan keyakinan yang mantap serta kepasrahan yang penuh bahwa yang memberi rezki dan nikmat adalah Allah, dan setiap nikmat yang dimiliki oleh hamba semuanya dari Allah ta’ala. | Dengan ucapan bahwa nikmat itu dari Allah semata, juga memuji dan besyukur kepada-Nya. Allah berfirman, yang artinya “Dan terhadap ni’mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (QS. Ad-dhuha : 11). | Yaitu dengan membelanjakan nikmat Allah terhadap yang diridhai-Nya, lebih dari itu, yaitu mengerjakan ketaatan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, serta menjauhi maksiat untuk merealisasikan perintahn-Nya. |
Jikalau diuji dia bersabar (1), serta ketika berdosa dia memohon ampun. karena sesungguhnya tiga perkara di atas adalah sumber kebahagian.
Jikalau diuji dia bersabar (1), serta ketika berdosa dia memohon ampun. karena sesungguhnya tiga perkara di atas adalah sumber kebahagian.
Marah | Bersabar | Ridha | Bersyukur |
1. Marah : Hukumnya haram, dan merupakan dosa besar. Hal ini dapat terjadi dengan hati, lisan dan anggota badan.
– Dengan hati, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “sebagian manusia tidak berani untuk mengungkapkan kemarahannya dengan lisannya, akan tetapi jiwanya sebagai saksi terhadap prasangka buruknya terhadap Allah. Jiwanya berkata Tuhanku telah menzalimiku, Tuhanku telah mencegahku, Tuhanku telah merampas hakku…dan lain sebagainya. Dalam perkara ini, ada yang sedikit dan ada juga yang banyak. Maka hendaklah engakau memeriksa dirimu, apakah kamu selamat darinya? Jika kamu selamat, maka telah selamat dari perkara yang besar.”
– Dengan hati, seperti berteriak-teriak, niyahah, mungucapkan ucapan-ucapan kecelakaan, kebinasaan, laknat dan celaan.
– Dengan anggota badan, seperti nenampar-nampar muka, merobek-robek pakaian dan mencabut-cabut bulu rambut.
2. Bersabar : Hukumnya, sesuai kesepakatan para ulama adalah wajib. Wajib bersabar harus terealisasi dengan hati, lisan dan anggota badan. Imam Ahmad berkata: “lafadz sabar dalam al Qur’an hampir terdapat pada tujuh puluh tempat. Sabar sesuai kesepakatan para ulama adalah wajib. Sabar juga merupakan seperdua dari iman. karena iman terbagi menjadi dua; setengahnya adalah sabar dan sisanya adalah kesyukuran.” (Madaarijus Saalikin, karya Ibnul Qoyyim).
3. Ridha : Hukumnya mustahab, dan kedudukannya lebih tinggi dari sabar.
4. Bersyukur : Hukumnya mustahab, dan ini merupakan tingkatan yang paling tinggi dan paling sempurna.
Ketahuilah, Semoga Allah membimbingmu untuk taat kepada-Nya. Bahwa sesungguhnya Hanifiyah adalah agama Nabi Ibrahim yaitu engkau beribadah kepada Allah semata dengan mengikhlaskan agama hanya kepada-Nya. Atas dasar itulah Allah memerintah semua manusia dan menciptakan mereka, sebagaimana Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidak Kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56) (1)
Manakala engkau telah mengetahui bahwa Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidak dinamakan ibadah kecuali disertai dengan tauhid, sebagaimana shalat tidak disebut shalat melainkan dengan thaharah. Sehingga apabila syirik masuk pada ibadah seseorang, maka hal itu akan merusaknya, sebagaimana hadats jika masuk dalam thaharah. Jika engkau telah mengetahui ketika syirik bercampur dengan ibadah seseorang merusaknya dan menghapus amalannya serta membuat pelaku syirik kekal di dalam neraka, kamu akan mengetahui bahwa kewajiban yang paling penting atasmu adalah mengetahui itu. Dengan begitu, mudah-mudahan Allah membebaskanmu dari tipu daya ini, yakni menyekutukan Allah, yang Allah berfirman tentangnya:
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, namun mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS An-Nisa : 116).
Dan hal ini tidak akan dapat dicapai kecuali seseorang memahami empat kaidah berikut ini, yang telah disebutkan Allah di dalam kitab-Nya.
(1). Disini penulis rahimahullah menjelaskan mengapa kita harus mempelajari tauhid.
Kaidah Pertama: Engkau harus mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengakui bahwa Allah adalah sebagai pencipta dan pengatur. Namun keyakinan ini tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam agama Islam. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ
“ katakanlah siapakah yang memberimu rezki dari langit dan bumi, dan siapakah yang kuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan mengatakan Allah. Maka katakanlah: mengapa kalian tidak bertakwa? (Qs, yunus : 31). (1)
(1). Orang-orang kafir, yang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada mereka, mengakui keberadaan tauhid rububiyah. Akan tetapi, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tetap memerangi mereka. Sebab permusuhan mereka terhadap Rasulullah terletak pada tauhid uluhiyah. Siapa saja yang memalingkan ibadah kepada selain Allah, maka ia telah melakukan perbuatan kesyirikan dan kekafiran.
Kaidah Kedua: Mereka berkata: “Kami tidak memohon kepada mereka, juga tidak berpaling kepada mereka kecuali hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan syafa’at. Dalil perkataan mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah’ adalah firman Allah:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (QS Az-Zumar : 3)(1)
Adapun dalil bahwa mereka mencari syafa’at adalah firman Allah:
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah” (QSYunus: 18)
Syafa’at ada dua macam: Syafa’at yang dilarang dan syafa’at yang dibenarkan. (2)
(
1). Orang-orang Musyrik di zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berdalih bahwa mereka tidak berdoa kepada sesembahan-sesembahan mereka yang batil dan tidak pula berpaling kepada mereka melainkan untuk mencari kedekatan dan syafa’at. Namun Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tetap mengkafirkan dan memerangi mereka.
(2). Syafa’at secara bahasa adalah diambil dari kata menggenapkan, yaitu dari satu dijadikan menjadi dua.
Adapun secara syariat adalah mengambil perantara dengan selainya untuk mendapatkan manfaat dan menolak mudharat.
Syafa’at mutsbatah (tetap) yaitu yang diminta dari Allah, dan disyaratkan: 1. Izin Allah dengan syafa’at. 2. Ridho Allah kepada yang memberi syafa’at. 3. Ridho Allah kepada yang menerima syafa’at. | Syafa’at yang dimampui oleh makhluk Dibenarkan dengan empat syarat: 1. Hadir. 2. Hidup. 3. Mampu. 4. Meyakininya sebagai sebab. | Syafa’at manfiyah (tertolak) yaitu syafa’at yang ditiadakan oleh al Qur’an, yakni yang dimintai kepada selain Allah, yang tidak dimampui kecuali Allah. Hukumnya adalah syirik besar. |
Umum kepada semua Nabi, para Rasul, malaikat, orang-orang bertauhid dan anak-anak kecil yang meninggal di waktu bayi | Khusus untuk Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, yang tidak ada seorang pun bersekutu dengannya |
Syafa’at ‘udzma. | Syafa’at beliau kepada pamannya Abu Thalib supaya diringankan azabnya. | Syafa’at Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dipintu surga. | Syafa’at untuk menaikan derajat orang-orang yang bertauhid. | Syafa’at bagi orang-orang yang bertauhid yang berhak untuk masuk neraka untuk tidak memasukinya. | Syafa’at bagi orang-orang yang bertauhid yang telah masuk neraka supaya keluar darinya. |
Syafa’at manfiyah (ditiadakan) yaitu syafa’at yang ditiadakan oleh al Quran adalah syafaat yang diminta kepada selain Allah yang tidak dimampui kecuali oleh-Nya. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ}
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (dijalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang lalim.” (QS Al-Baqarah : 254)
Syafa’at mutsbatah (ditetapkan) yaitu syafa’at yang diminta dari Allah ta’ala. Yang memberi syafa’at dimuliakan dengan syafa’at, dan yang menerima syafa’at adalah mereka yang ucapan dan amalannya diridhai Allah setelah mendapat izin dari-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya.” (QS Al-Baqarah : 255)
(1). Kaidah yang ketiga ini merupakan bukti yang nyata dan jelas untuk membantah para pelaku kesyirikan yang menyatakan bahwa syirik itu apabila menyembah berhala-berhala saja. Karena pada masa kenabian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalil-dalil syariat telah menyebutkan penyembahan orang-orang musyrik terhadap berhala-berhala secara khusus dan terhadap sesembahan-sesembahan lain yang batil. Rasulullah, tidak membedakan mereka dan menganggap semua sesembahan tersebut adalah thaghut. Bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mererangi mereka semua tanpa pandang bulu. Hal itu dilakukan oleh
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, agar agama yang murni hanya dipersembahkan kepada Allah semata.
Dalil bahwa mereka menyembah para Nabi adalah firman Allah:
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?” Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib”.” (QS Al-Ma’idah : 116)
Dalil bahwa mereka menyembah orang-orang shaleh adalah firman Allah:
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS Al-Isra : 57)
Dalil bahwa mereka menyembah pohon dan batu adalah firman Allah:
أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأُخْرَى
“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza, dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?” (QS An-Najm : 19-20).
Dan juga hadits dari Abu Waqid Al-Laitsi radhi Allahu ‘anhu, ia berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah dalam perang Hunain dan kami baru saja keluar dari kekufuran. Kaum musryikin biasa mempunyai pohon tempat menggantungkan pedangnya yang disebut Dhat Anwat (mereka anggap dapat member kekuatan). Ketika kami melewati sebuah pohon kami pun berkata: ‘Ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dhat Anwat sebagaimana mereka memiliki Dhat Anwat.”
Kaidah keempat : Kaum usyrikin di zaman kita sekarang lebih parah dalam (melakukan) kesyirikan dibandingkan dengan kaum musyrikin terdahulu (di zaman Nabi ).Hal ini karena kaum musyrikin terdahulu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah dalam keadaan lapang, namun beribadah kepada-Nya dengan ikhlas ketika mengalami kesulitan. Sedangkan orang-orang musyrik pada masa sekarang senantiasa melakukan kesyirikan, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan susah. Dalilnya adalah firmanAllah:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan penuh keikhlasan kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat maka mereka kembali menyekutukan Allah. (QS Al-Ankabut : 65). (1)
Berakhirlah tulisan ini, semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya.
1). Dalam kaidah yang keempat ini penulis menjelaskan bahaya daripada sikap pelaku-pelaku kesyirikan di zaman kita sekarang. Karena kesyirikan pada zaman ini sudah melebihi kesyirikan kaum musyrik di zaman dahulu. Bahwa orang-orang musyrik di zaman kita sekarang, mereka melakukan kesyirikan baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan susah. Adapun orang-orang musyrik di zaman dahulu, mereka hanya melakukan kesyirikan dalam keadaan lapang. Namun apabila ditimpa kesusahan mereka mengakui keberadaan Allah dan keesaan-Nya.
Jika orang-orang kafir di zaman Rasulullah shalalahu ‘alaihi wasallam, kesyirikan mereka lebih sedikit, namun Allah telah mengkafirkan mereka, Bagaimana lagi dengan mereka yang melakukan kesyirikan terus menerus, baik dalam keadaan lapang maupun susah. Tentunya lebih pantas untuk mendapatkan label kesyirikan.
Bagan Qowa’idul ‘Arba’ (Empat Kaidah-Kaidah Pokok) merupakan ringkasan dari kitab Kasyfu Syubhat | ||||
Sumber-sumber kebahagiaan | Kalau diberi dia bersyukur | Nikmat adalah ujian. Dalilnya “kami akan menguji kalian dengan kebaikan dan keburukan sebagai fitnah”. (Al-Anbiya : 35 | Berkaitan dengan tauhid rububiyah | Meminta surga tidak akan mungkin kecuali kepada Allah, begitupula rizki tidak diminta kecuali kepada Allah dan bergantung kepadaNya |
Berkaitan dengan tauhid uluhiyah | Dengan hati, mengakui dan mengikrarkan | |||
Dengan lisan, ucapan: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari akan ni`mat-Nya. (An-Naml : 40) | ||||
Dengan anggota badan, yaitu mempergunakannya dengan cara bersyukur kepada Sang pemberi nikmat, sesuai karakteristik nikmat tersebut.Mensyukuri harta yaitu engkau mempergunakannya untuk ketaatan kepada Allah. Adapun nikmatilmu, maka engkau memberikannya kepada orang-orang yang memintahnya baik dengan lisan maupun perbuatan. | ||||
Kalau diuji dia bersabar | Keadaan manusia ketika ditimpa musibah | Benci : hukumnya dosa besar bahkan bisa sampai pada syirik kecil, dan terjadi dengan hati, lisan dan anggota badan. | ||
Sabar : hukumnya wajib secara ijma. Dan direalisasikan dengan hati, ucapan dan anggota badan. Sabar sesuai dengan namanya rasanya pahit. Namun kesudahannya lebih manis daripada madu. | ||||
Ridho: hukumnya mustahab, untuk semakin sempurnanya keridhaan seorang hamba kepada Allah, ia harus meyakini bahwa apa yang menimpanya berasal dari Allah, dan semua yang ditakdirkan oleh Allah kepadanya adalah baik. | ||||
Bersyukur : hukumnya mustahab (dicinta dan dicinta), yang pelakunya masuk pada derajat hamba Allah yang bersyukur.. | ||||
Jika berdosa dia meminta ampun | ||||
Mengapa kita belajar tauhid? Dan bahaya kesyirikan | Al Hanifiiah (agama tauhid) adalah agama Nabi Ibrohim alaihi salam. Allah menciptakan kamu untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah tidak dinamakan ibadah kecuali dengan tauhid. Jika syirik mencampuri ibadah, maka akan merusaknya serta menghancurkan amalan lain, sehingga menjadikan pelakunya termasuk orang-orang yang kekal di neraka. Karena itu mengetahui dan mempelajari tauhid adalah perkara yang paling penting bagi dirimu. | |||
Empat kaidah-kaidah pokok | Kaidah pertama : Bahwa orang-orang kafir di zaman Rasulullah yang diperangi oleh beliau, mereka mengakui tauhid rububiyah namun tidak mengakui tauhid uluhiyah. Dan ini tidak memasukan mereka ke dalam Islam. | |||
Kaidah kedua : Orang-orang kafir yang menyembah berhala-berhala, tujuan mereka adalah mencari syafa’at dan qurbah (kedekatan). | ||||
Kaidah ketiga : Nabi Muhammd shalallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada kaum yang berbeda-beda sesembahan-sesembahan mereka, namun beliau tidak membedakan antara kesyirikan yang satu dengan yang lainnya. | ||||
Orang-orang musyrik dizaman kita sekarang lebih besar kesyirikannya dibandingkan orang-orang musyrik terdahulu. |