Penulis datang dengan bab ini agar kita meralisasikan tauhid yang merupakan kewajiban atas kita dan dengan cara membuat kita rindu kepadanya. Merealisasikan tauhid yaitu dengan memurnikannya dari kesyirikan, bida’ah dan maksiat. Dan itu dapat terwujud dengan ilmu, keyakinan dan ketundukan.
Merealisasikan tauhid dapat terealisasi dengan membaca pembahasan bab ini secara detail. Adapun secara global dapat terealisasi dengan:
1. Meneladani nabi Ibrahim ‘alaihi salam.
2. Meneladani para sahabat.
3. Tetap berada di atas tauhid walaupun anda sendirian.
4. Bertawakal, tidak meminta untuk dirukiyah, tidak beriktiwa (pengobatan dengan besi panas) dan tidak bertathayyur (meramal kesialan dengan burung dan sejenisnya)
Dalil Pertama:
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتاً لِلّهِ حَنِيفاً وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif (berpegang teguh pada kebenaran), dan sekal-kali ia bukanlah termasuk orang orang yang mempersekutukan Allah” (QS, An-Nahl, 120)
Pada ayat di atas terdapat pujian terhadap nabi Ibrahim ‘alaihi salam. Karena itu wajib bagi kita untuk mencintainya dan meneladaninya. Kita pun dapat mendapatkan pujian sesuai dengan peneladanan kita terhadapnya. Nabi Ibrahim pantas mendapatkan hal itu karena beliau telah merealisasikan tauhid dengan enam perkara sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat:
1. {أُمَّةً} : Imam yng diteladani dalam amalan-amalannya, perbuatan-perbuatannya dan jihadnya di jalan Allah disertai dengan bersandar kepada Allah ta’ala.
2. {قَانِتا}: Senantiasa berada di atas ketaatan dan terus menerus di atasnya dalam setiap keadaan. Sehingga beliau menjadi orang yang taat, yang kokoh di dalam ketaatan juga terus menerus di atasnya.
3. Karena Allah{لِلّهِ}: Menunjukan atas keikhlasan.
4. {حَنِيفاً} : Menghadap kepada Allah dan membelakangi kesyirikan, juga menjauhi segala yang menyelisihi ketaatan.
5. (Dan sekali kali ia bukanlah termasuk orang orang yang mempersekutukan Allah) : Berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya (dengan hati, lisan, dan anggota badan).
6. (Yang mensyukuri ni`mat-ni`mat Allah), (QS. An-Nahl : 121). Nikmat itu adalah ujian karena itu membutuhkan kesyukuran.
Faedah-faedah
1. Aazar adalah bapak dari nabi Ibrahim ‘alaihi salam dan mati di atas kekafiran. Allah berfirman:
تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ
Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. (QS. At-Taubah: 129).
2. Kedua orang tua nabi Nuh alaihi salam adalah orang yang beriman. Allah berfirman:
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ
Ya Tuhanku! Ampunilah aku dan ibu bapakku.. (QS. Nuh : 28).
3. Imam Ahmad berkata: “Tiga perkara yang tidak ada asalnya: Al-Maghadzi, Al-Malaahim, dan At-Tafsir; dimana kebanyakannya disebutkan tanpa sanad. Sementara tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui keadaan umat-umat terdahulu melainkan melalui jalan wahyu dari Alqur’an dan sunnah.
Dalil Kedua:
Allah ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ
Dan orang-orang yang mereka tidak berbuat syirik (mempersekutukan dengan Tuhan mereka). (QS. Al-Mu’minuun : 59).
●{Mereka tidak berbuat kesyirikan} : Yaitu kesyirikan yang bermakna umum, karena untuk merealisasikan tauhid harus menjauhi kesyirikan yang bermakna umum. Akan tetapi, bukan maknanya mereka tidak terjatuh kepada maksiat. Karena setiap anak Adam pasti banyak berbuat salah. Namun apabila mereka bersalah maka mereka bertaubat dan tidak mengulanginya lagi.
Dalil Ketiga:
وَعَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمٰن قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، فَقَالَ: أَيُّكُمْ رَأَى الْكَوْكَبَ الَّذِي انْقَضَّ الْبَارِحَةَ؟ فَقُلْتُ: أَنَا، ثُمَّ قُلْتُ: أَمَا إِنِّي لَمْ أَكُنْ فِي صَلَاةٍ؛ وَلَكِنِّي لُدِغْتُ، قَالَ: فَمَا صَنَعْتَ؟ قُلْتُ: ارْتَقَيْتُ، قَالَ: فَمَا حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ؟ قُلْتُ: حَدِيثٌ حَدَّثَنَاهُ الشَّعْبِيُّ، قَالَ: وَمَا حَدَّثَكُمْ؟ قُلْتُ: حَدَّثَنَا عَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ الْـحُصَيْبِ؛ أَنَّهُ قَالَ: «لَا رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ»، قَالَ: قَدْ أَحْسَنَ مَنِ انْتَهَى إِلَى مَا سَمِعَ؛ وَلَكِنْ حَدَّثَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ ﭭ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ: «عُرِضَتْ عَلَيَّ الأُمَمُ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّهْطُ، وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ، وَالنَّبِيَّ وَلَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ، إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِي، فَقِيلَ لِي: هٰذا مُوسَى وَقَوْمُهُ، فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَقِيلَ لِي: هٰذه أُمَّتُكَ، وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْـجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ»، ثُمَّ نَهَضَ فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ، فَخَاضَ النَّاسُ فِي أُولَئِكَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: فَلَعَلَّهُمُ الَّذِينَ صَحِبُوا رَسُولَ اللهِ ﷺ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: فَلَعَلَّهُمُ الَّذِينَ وُلِدُوا فِي الإِسْلَامِ فَلَمْ
يُشْـرِكُوا بِاللهِ شَيْئًا، وَذَكَرُوا أَشْيَاءَ، فَخَرَجَ عَلَيْهِم رَسُولُ اللهِ ﷺ فَأَخْبَرُوهُ، فَقَالَ: «هُمُ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ، وَلَا يَكْتَوُونَ، وَلَا يَتَطَيَّرُونَ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ»، فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنٍ؛ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ادْعُ اللهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ، فَقَالَ: «أَنْتَ مِنْهُمْ»، ثُمَّ قَامَ رَجُلٌ آخَرُ، فَقَالَ: ادْعُ اللهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ، فَقَالَ: «سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ».
Husain bin Abdurrahman berkata: “Suatu ketika aku berada di sisi Said bin Zubair, lalu ia bertanya: “siapa di antara kalian melihat bintang yang jatuh semalam?, kemudian aku menjawab : “aku”, kemudian aku berkata : “ketahuilah, sesungguhnya aku ketika itu tidak sedang melaksanakan sholat, akan tetapi aku disengat kalajengking”, lalu ia bertanya kepadaku : “lalu apa yang kamu lakukan ?”, aku menjawab : “aku minta di ruqyah ia bertanya lagi : “apa yang mendorong kamu melakukan hal itu ?”, aku menjawab : “yaitu : sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Asy-Sya’by kepada kami”, ia bertanya lagi : “dan apakah hadits yang dituturkan kepadamu itu ?”, aku menjawab : “dia menuturkan hadits kepada kami dari Buraidah bin Hushaib : “Tidak boleh ruqyah kecuali karena ain (Penyakit yang timbul karena matanya orang yang hasad) atau terkena sengatan hewan berbisa”. Said pun berkata : “sungguh telah berbuat baik orang yang telah mengamalkan apa yang telah di dengarnya, tetapi Ibnu Abbas menuturkan hadits kepada kami dari Rasulullah, beliau bersabda : “Telah diperlihatkan kepadaku beberapa umat, lalu aku melihat seorang Nabi, bersamanya sekelompok orang, dan seorang Nabi, bersamanya satu dan dua orang saja, dan Nabi yang lain lagi tanpa ada seorang pun yang menyertainya, tiba-tiba diperlihatkan kepadaku sekelompok manusia yang banyak jumlahnya, aku mengira bahwa mereka itu umatku, tetapi dikatakan kepadaku : bahwa mereka itu adalah Musa dan kaumnya, tiba tiba aku melihat lagi sekelompok manusia lain yang jumlahnya sangat besar, maka dikatakan kepadaku : mereka itu adalah umatmu, dan bersama mereka ada 70.000 (tujuh puluh ribu) orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa disiksa terlebih dahulu, kemudian beliau bangkit dan masuk ke dalam rumahnya, maka orang orang pun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu?, ada di antara mereka yang berkata : barangkali mereka itu adalah orang-orang yang telah menyertai Nabi dalam hidupnya, dan ada lagi yang berkata : barang kali mereka itu orang- orang yang dilahirkan dalam keadaan Islam dan tidak pernah menyekutukan Allah dengan sesuatupun, dan yang lainnya menyebutkan yang lain pula. Kemudian Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam keluar dan merekapun memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda : “Mereka itu adalah orang-orang yang tidak pernah meminta ruqyah, tidak melakukan tathoyyurdan tidak pernah beriktiwa meminta lukanya ditempeli besi yang dipanaskan, dan mereka hanya bertawakkal kepada tuhan mereka, kemudian Ukaasyah bin Mihshon berdiri dan berkata : mohonkanlah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka, kemudian Rasul bersabda : “ya, engkau termasuk golongan mereka”, kemudian seseorang yang lain berdiri juga dan berkata : mohonkanlah kepada Allah agar aku juga termasuk golongan mereka, Rasul menjawab : “Kamu sudah kedahuluan Ukaasyah” (HR. Bukhori & Muslim).
● انْقَضَّ : Jatuh.
● ارْتَقَيْتُ : Meminta diruqyah.
● عَيْنٍ : (Penyakit dari matanya orang yang hasad).
● “Apa yang mendorong kamu melakukan hal itu” : Diperbolehkannya meminta bukti atau dalil, akan tetapi diiringi dengan adap.
● “Tidak boleh ruqyah kecuali karena ain (Penyakit yang timbul karena matanya orang yang hasad) atau terkena sengatan hewan berbisa” : Yakni tidak ada peneyembuhan dan pengobatan yang paling bermanfaat dalam hasad dan disengat hewan berbisa melebihi rukiyah yang disyariatkan dengan terpenuhi syarat-syaratnya, walaupun rukiyah ini dapat pula digunakan pada selain keduanya.
● حُمَة : Adalah sengatan dari setiap hewan bebisa. Adapun حُمَّةٍ dengan huruf mim yang ditasydid maka maknanya adalah ketinggian suhu panas pada badan.
● الرَّهْطُ : Jumlah dari angka tiga sampai sembilan.
● Tidak pernah minta ruqyah: Mereka tidak pernah meminta orang lain untuk membacakan ruqyah kepada mereka, disebabkan:
1. Kuatnya penyandaran mereka kepada Allah ta’ala.
2. Kebesaran jiwa mereka untuk tidak merendahkan diri kepada selain Allah.
3. Karena pada hal itu ada ketergantungan kepada selain Allah ta’ala.
● Riwayat “وَلَا يُرْقَوْنَ (mereka tidak diruqyah))”, sebagaimana yang disebutkan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah salah, karena nabi Muhammad sendiri pernah diruqyah oleh malaikat Jibril dan Aisyah radhi Allahu anha. Demikian pula para sahabat juga melakukan ruqyah ini.
● Macam-macam manusia dalam meminta ruqyah:
1. Meminta orang agar meruqyahnya, maka orang seperti ini telah hilang kesempurnaan darinya. (Keluar dari tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan azab).
2. Tidak melarang ada orang yang meruqyahnya. Orang yang seperti ini tidak hilang darinya kesempurnaan, karena dia tidak meminta untuk diruqyah.
3. Melarang orang untuk meruqyahnya, yang seperti ini menyelisihi sunnah, karena nabi Muhammad tidak melarang Aisyah untuk meruqyahnya.
● وَلَا يَكْتَوُونَ : Tidak meminta seseorang untuk mengobati mereka dengan cara kai (menempelkan besi panas pada badan mereka yang terkena penyakit).
● وَلَا يَتَطَيَّرُونَ : At-Thathayyur adalah meramal kesialan dengan yang dilihat atau yang di dengar, atau yang diilmui baik tempat maupun waktu. Hukumnya adalah syirik kecil.
● Selain dari tiga perkara ini maka itu tidak mencegah untuk masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab. Karena disana ada nas-nas yang telah datang dari Alqur’an dan sunnah yang memerintahkan untuk berobat dan memuji sebagian obat-obatan, seperti madu dan habatu sauda.
kesyirikannya kemudian dimasukan ke dalam surga. Ia tidak kekal di dalam neraka karena termasuk orang yang beriman.
● {Dan jauhkanlah aku} : Tempatkanlah saya pada satu kutub dan tempatkan penyembah berhala pada kutub yang lain, tujuannya agar menjauh darinya.
● {Berhala-berhala} : Ashanam (berhala) ialah yang dibuat sesuai bentuk manusia atau selainnya yang diibadahi dari selain Allah ta’ala. Adapun al-watsan ialah yang diibadahi dari selain Allah ta’ala bagaimana pun bentuknya. Jadi al-watsan lebih umum dari asshanam (berhala).
● Ibrahim alaihi salam sangat khawatir atas dirinya dari kesyirikan, padahal beliau adalah khalilullah (kekasih Allah) dan imam dalam tauhid. Apabila beliau demikian, bagaimana lagi dengan kita? Maka jangan merasa aman dari syirik dan jangan pula merasa aman dari nifak; tidak ada yang merasa aman dari nifak kecuali orang-orang munafik.
Dalil Ketiga
وَفِي الحَدِيثِ: «أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ: الشِّرْكُ الأَصْغَرُ، فَسُئِلَ عَنْهُ؟ فَقَالَ: الرِّيَاءُ».
Diriwayatkan dalam suatu hadits, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesuatu yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah perbuatan syirik kecil, kemudian beliau ditanya tentang itu? Lalu beliaupun menjawab : yaitu riya”.
Dalil Keempat
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ ﭬ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُو للهِ نِدًّا؛ دَخَلَ النَّارَ». رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :“Barang siapa yang mati dalam keadaan menyembah sesembahan selain Allah, maka ia penghuni neraka”. (HR. Bukhori)
Dalil Kelima
وَلِـمُسْلِمٍ عَنْ جَابِرٍ ﭬ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «مَنْ لَقِيَ اللهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْـجَنَّةَ، وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْـرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ».
Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Barang siapa yang menemui Allah (mati) dalam keadaan tidak berbuat syirik kepada-Nya, pasti ia masuk surga, dan barang siapa yang menemui-Nya (mati) dalam keadaan menyekutukan-Nya dengan sesuatu maka pasti ia masuk neraka”.
● Riya : Beribadah kepada Allah agar dilihat atau didengar manusia lain dengan tujuan agar mereka memujinya bahwa ia adalah seorang yang suka beribadah, dan dalam ibadahnya ini ia tidak peruntukan untuk manusia; karena kalau niatnya seperti ini maka itu adalah syirik besar. Adapun kalau niatnya agar manusia lain meneladaninya maka ini bukan masuk ke dalam riya. Bahkan ini merupakan salah satu bentuk da’wah kepada Allah ta’ala.
Pengobatan terhadap penyakit riya dapat dilakukan dengan:
● (Barang siapa yang menemui-Nya (mati) dalam keadaan berbuat kemusyrikan maka pasti ia masuk neraka): Apabila syirik kecil maka itu tidak mengekalkan di dalam neraka. Adapun syirik besar maka ini mengekalkan di dalam neraka.
● Syirik merupakan perkara yang sangat sulit, dan bukan merupakan perkara yang mudah. Akan tetapi Allah mempermudah perkara ikhlas kepada para hambanya. Dan itu dapat terealisasi dengan menjadikan Allah terus dihadapan matanya, yakni dia terus meniatkan amalanya untuk meraih wajah Allah, bukan pujian manusia atau celaan mereka ataupun sanjungan mereka, karena sesungguhnya manusia tidak bisa memberikan manfaat kepadanya.
● Demikian pula, perkara yang sangat penting adalah agar seorang muslim tidak bergembira ketika melihat manusia mengikuti perkataannya, karena itu perkataannya. Akan tetapi, ia seharusnya bergembira ketika manusia mengikuti perkataannya karena itu adalah kebenaran, bukan karena itu perkataannya.
● Perkara ikhlas, juga merupakan perkara yang sulit sekali. Akan tetapi apabila seseorang menghadap kepada Allah dengan jujur dan berjalan dengan benar di atas jalan yang lurus maka Allah akan menolongnya dan memudahkannya.
Al-Masaail (Perkara-Perkara)
1. Takut untuk terjatuh kepada syirik.
2. Riya’ termasuk perbuatan syirik.
3. Riya’ termasuk syirik kecil. (Walaupun itu adalah riya yang sedikit).
4. Riya’ adalah dosa yang paling ditakutkan menimpa orang-orang sholeh. (Karena kadang masuk ke dalam hati manusia tanpa dirasa karena kesamarannya dan jiwa manusia mengiginkannya. Sebab jiwa manusia sendiri sangat suka untuk dipuji atas ibadah yang telah ia lakukan.
5. Dekatnya surga dan neraka.
6. Penggabungan antara keduanya (dekatnya surga dan neraka) dalam satu hadits.
7. Barang siapa bertemu Allah dengan membawa dosa syirik walaupun sedikit maka ia pasti masuk neraka, meskipun ia termasuk orang yang banyak ibadahnya. (Apabila syirik besar maka ia tidak akan masuk surga selamanya, adapun syirik kecil maka ia di azab sesuai dengan dosanya lalu dimasukan ke dalam surga).
8. Hal yang sangat besar adalah permohonan nabi Ibrahim untuk dirinya dan anak cucunya agar dijauhkan dari perbuatan menyembah berhala.
9. Nabi Ibrahim mengambil ibroh (pelajaran) dari keadaan sebagian besar manusia:
رب إنهن أضللن كثيرا من الناس
“Ya Rabb, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak orang” (QS. Ibrahim, 36).
10 Dalam bab ini mengandung penjelasan tentang makna laa ilaaha illallah sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhori.
11. Keutamaan orang yang dirinya bersih dari kesyirikan. (Pasti masuk ke dalam surga).