Keenam : Amalan-Amalan Setan (7 Bab)

[24] Bab Tentang Sihir

● Sihir tidak akan berjalan melainkan lewat jalan kesyirikan. Setan tidak akan melayani manusia kecuali untuk mendapatkan kemaslahatan. Yaitu untuk menyesatkan anak keturunan Adam serta memasukan mereka ke dalam kesyirikan dan maksiat.

Dalil Pertama

Allah berfirman:

وَلَقَدْ عَلِمُواْ لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَق

sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat (QS. Al-Baqoroh : 102)

Dalil Kedua

Allah berfirman:

يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ

Mereka beriman kepada aljibt dan thaghut (QS. An-Niisa : 51)

قَالَ عُمَرُ: (الجبتُ: السِّحْرُ، وَالطَّاغُوتُ: الشَّيْطَانُ)

Umar radhi Allahu anh berkata: “Aljibt adalah sihir dan thaghut adalah setan”.

وَقَالَ جَابِرُ: (الطَّوَاغِيتُ: كُهَّانٌ كَانَ يَنْزِلُ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ، فِي كُلِّ حَيٍّ وَاحِدٌ).

Jabir berkata: “Para thaghut adalah para dukun yang mana setan turun kepada mereka di setiap perkampungan.

● اشْتَرَاهُ : Yaitu  تعلَّمه  (mempelajarinya).

● Thaguhut adalah setan: ini adalah pentafsiran dengan contoh, karena makna dari thaghut lebih umum dari setan.

Al-Masaail (Perkara-Perkara)

1. Tafsir  tentang ayat yang terdapat dalam surat Al-Baqarah. (sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat) (QS. Al-Baqoroh : 102)

2. Tafsir tentang ayat yang terdapat dalam surat An-Nisa. Mereka beriman kepada aljibt dan thaghut (QS. An-Niisa : 51)

3. Penjelasan tentang makna Jibt dan Thoghut, serta perbedaan antara keduanya. (Al-Jibt adalah setiap apa-apa yang tidak ada kebaikan di dalamnya seperti sihir dan yang selainnya. Thaghut adalah setiap yang dilampaui batasannya oleh seorang hamba dari diibadahi atau diikuti atau ditaati.

4. Thoghut itu kadang-kadang dari jenis jin, dan kadang-kadang dari jenis manusia. (Thaghut apabila disebutkan secara mutlak maka yang dimaksud darinya adalah jin, dukun dan setan dari manusia).

5. Mengetahui tujuh perkara yang dapat membinasakan, yang dilarang secara khusus oleh Nabi.

6. Tukang sihir itu kafir.

7. Tukang sihir itu dihukum mati tanpa diminta taubat terlebih dahulu. (Hukuman had apabila sampai perkaranya kepada pemimpin maka ia tidak dimintai taubatnya, ia dibunuh bagaimanapun keadaannya. Namun apabila ia dihukumi sebagai seorang yang kafir maka dimintai taubatnya terlebih dahulu.

8. Jika praktek sihir itu telah ada dikalangan kaum muslimin pada masa Umar, bisa dibayangkan bagaimana pada masa sesudahnya?

Pendapat bahwa hukuman penyihir itu dibunuh oleh sang pemimpin sangat sesuai dengan kaidah-kaidah syariat Islam. Sebab mereka para penyihir telah menyebarkan kerusakan dimuka bumi. Dan kerusakan yang mereka timbulkan sangatlah besar dibandingkan dengan yang lainnya. Maka membunuh mereka merupakan perkara yang wajib dari seorang pemimpin. Tidak boleh bagi seorang pemimpin membiarkan mereka berkeliaran dengan tidak membunuh mereka. Karena orang-orang yang seperti ini apabila dibiarkan berkeliaran dengan sihir-sihir mereka tentu kerusakan akan menyebar, bukan hanya di negri mereka, akan tetapi negri-negri yang lain pula. Dengan membunuh mereka maka manusia akan selamat dari keburukan mereka dan manusia tidak akan berani untuk menjalankan praktek sihir.

[25] Bab Penjelasan Sebagian Macam-Macam Sihir

Setelah penulis menjelaskan tentang sihir, pada bab ini penulis akan menjelaskan kepada anda sebagian macam-macam sihir agar anda mengetahui bahwa sihir itu bermacam-macam dan agar anda menjauhinya.

Dalil Pertama

قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، عَنْ حَيَّانَ بْنُ الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا قَطَنُ بْنُ قَبِيصَةَ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: «إِنَّ الْعِيَافَةَ، وَالطَّرْقَ، وَالطِّيَرَةَ؛ مِنَ الْجِبْتِ»، قَالَ عَوْفٌ: (الْعِيَافَةُ: زَجْرُ الطَّيْرِ، وَالطَّرْقُ: الْـخَطُّ يُخَطُّ بِالأَرْضِ)، وَالْجِبْتُ -قَالَ الْـحَسَنُ-: (رَنَّةُ الشَّيْطَانِ). إِسْنَادُهُ جَيِّدٌ، وَلِأَبِي دَاوُدَ وَالنَّسَائِيِّ وَابْنِ حِبَّانَ فِي «صَحِيحِهِ» الْـمُسْنَدُ مِنْهُ.

Imam Ahmad meriwayatkan : Muhammad bin Ja’far telah meriwayatkan kepada kami dari Auf dari Hayyan bin ‘Ala’ dari Qathan bin Qubaishah dari bapaknya, bahwa ia telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:“ sesungguhnya Iyafah, Tharq dan Thiyarah adalah termasuk Jibt”. Auf berkata dalam menafsirkan hadits ini: Iyafah adalah meramal nasib orang dengan menerbangkan burung. Tharq adalah meramal nasib orang dengan membuat garis di atas tanah. Jibt adalah sebagaimana yang telah dikatakan oleh Hasan : suara setan. (hadits tersebut sanadnya jayyid). Dan diriwayatkan pula oleh Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Hibban dalam shahihnya dengan hanya menyebutkan lafadz hadits dari Qabishah, tanpa menyebutkan tafsirannya.

Dalil Kedua

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ﭭ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «مَنِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ النُّجُومِ فَقَدِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ؛ زَادَ مَا زَادَ»، رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Barang siapa yang mempelajari sebagian dari ilmu nujum (perbintangan) sesungguhnya dia telah mempelajari sebagian ilmu sihir. semakin bertambah ia mempelajarinya maka semakin bertambah pula (dosanya)” (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih).

Dalil Ketiga

وَلِلنَّسَائِيِّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ ﭬ: «مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً ثُمَّ نَفَثَ فِيهَا فَقَدْ سَحَرَ، وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ، وَمَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ».

 Diriwayatkan dari imam An-Nasai dari hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu : “Barang siapa yang membuat suatu buhulan, kemudian meniupnya maka ia telah melakukan sihir, dan barang siapa yang telah melakukan sihir maka ia telah mengerjakan kemusyrikan, dan barang siapa yang menggantungkan diri pada sesuatu benda (jimat), maka ia akan dijadikan bersandar kepada benda itu”.

Dalil Keempat

وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «أَلَا هَلْ أُنَبِّئُكُمْ مَا الْعَضْهُ؟ هِيَ النَّمِيمَةُ؛ الْقَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ». رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda : “Maukah kamu aku beritahu apakah  al-adh itu ?, ia adalah namimah (perbuatan mengadu domba), yaitu membicarakan keburukan dan menghasut di antara manusia” (HR. Muslim).

Dalil Kelima

وَلَهُمَا عَنِ ابْنِ عُمَرَ ﭭ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «إِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْرًا».

 Dan ibnu Umar Radhiallahu’anhu menuturkan, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :  “Sesungguhnya di antara retorika yang indah terdapat kekuatan sihir.”(HR. Bukhori dan Muslim)

Iyafah : Menerbangkan burung untuk meramal nasib sial dan nasib baik. Ini merupakan bentuk tathayyur dengan perbuatan.

● Ath-Tharq : Menggaris di atas pasir untuk melakukan sihir dan meramal.

Ath-Thiyaroh : Meramal nasib sial dengan sesuatu yang telah diketahui, baik dengan sesuatu yang dilihat dan didengar ataupun dengan waktu dan tempat.

● رَنَّةُ الشَّيْطَانِ : Yaitu wahyu dan pendiktean dari setan.

الْعَضْهُ : Memotong dan memisahkan, dan sisi kenapa didatangkan di bawah bab sihir ialah untuk menjelaskan bahwa tujuan utama dari nammam (pengadu domba) dan penyhir adalah memisahkan. Sedangkan orang yang mengadu domba kerusakan yang ditimbulkannya lebih banyak dibandingkan penyihir.

الْبَيَانِ : Kefasihan yang sempurna dalam beretorika yang dapat memikat akal dan merubah pikiran manusia. Dan ini terbagi menjadi dua:

1. Terpuji : Apabila yang diinginkan darinya adalah menetapkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan.

2. Tercela : Apabila dipakai untuk melawan kebenaran dan menetapkan kebatilan.

Apakah hubungan retorika dengan sihir? Sebab antara retorika yang batil dan sihir, keduanya berserikat dalam merubah hakekat sesuatu.

Al-Masaail (Perkara-Perkara)

1. Bahwa iyaafah, tharq dan thiyaroh merupakan bagian dari jibt.

2. Tafsir dari iyafah dan tharq.

3. Ilmu nujum (perbintangan) termasuk salah satu jenis sihir. (Ilmu ta’sir).

4. Membuat buhulan dengan ditiupkan kepadanya termasuk sihir.

5. Mengadu domba juga termasuk perbuatan sihir. (Karena pelakunya melakukan perbuatan yang dapat memisahkan seperti sihir).

6. Termasuk bagian dari sihir adalah kefasihan dalam beretorika. (Sebab seorang  yang beretorika dapat memalingkan atau mengobarkan semangat).

[26] Bab Tentang Dukun dan yang Sejenisnya

Apa yang beliau sebutkan dalam bab ini setelah dua bab sebelumnya menunjukan keindahan penyusunan tulisan dalam kitab ini. Dimana setelah beliau menyebutkan tentang sihir dan sebagian dari macam-macam sihir, disini beliau menjelaskan kepada anda tentang dukun dan peramal yang menggunakan garis di tanah dan bintang untuk meramal serta hukum mendatangi mereka dan cara mendatangi mereka.

Dalil Pertama

رَوَى مُسْلِمٌ فِي «صَحِيحِهِ» عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ ﷺ، عَنِ النَّبِيِّ  ﷺ قَالَ: «مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ فَصَدَّقَهُ؛ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ يَوْمًا»

 Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shohehnya, dari sebagian istri Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Barang siapa yang mendatangi peramal dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara lalu dia mempercayainya, maka sholatnya tidak diterima selama 40 hari”.

Dalil Kedua

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ﭬ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: «مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ؛ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ ﷺ» رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ.

 Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :  “Barang siapa yang mendatangi seorang dukun, dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad” (HR. Abu Daud).

Dalil Ketiga

وَلِلأَرْبَعَةِ وَالْـحَاكِمِ – وَقَالَ: صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِهِمَا – عَنْ … : «مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ؛ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ ﷺ».

Dan diriwayatkan oleh empat periwayat dan Al-Hakim dengan menyatakan : “Hadits ini shahih menurut kriteria imam Bukhori dan Muslim” dari… bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :  “Barang siapa yang mendatangi peramal atau dukun, lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesunggunya ia telah kafir terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad shalallahu alaihi wasallam”.

Dalil Keempat

وَلِأَبِي يَعْلَى بِسَنَدٍ جَيِّدٍ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ مِثْلُهُ مَوْقُوفًا.

Demikian pula diriwayatkan dari Abu Ya’la dengan sanad jayyid seperti hadits di atas dari Ibnu Mas’ud secara mauquf.

● “Barang siapa mendatangi dukun” : Mendatangi disini bisa dengan duduk bersamanya atau Menelponnya atau mengutus seseorang kepadanya atau mengirim surat kepadanya atau menyaksikan tayangan-tayangan mereka atau masuk kewebsite mereka atau membeli majalah-majalah mereka terkhusus bila di dalmnya ada ramalan bintang atau mendengarkan apa yang mereka ucapkan, tentu hal ini memiliki keburukan yang sangat besar.

● “Tidak diterima shalatnya” : Pahala yang dia dapatkan dari shalatnya dihadapkan dengan keburukannya sehingga keburukannya ini menghancurkan pahala shalatnya. (Ini kalau hanya mendatanginya dan tidak membenarkannya).

● “Maka sesunggunya ia telah kafir terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad” : Yakni Alqur’an. Sebab di dalam Alqur’an telah disebutkan oleh Allah:

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, (QS. An-Naml : 65).

Jadi mereka yang mempercayai dukun dalam perkara ghaib padahal mereka tahu bahwa tidak ada yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah maka ia telah kafir dengan kekafiran yang sangat besar. Namun apabila dia jahil dan dia meyakini bahwa tidak ada sedikit pun di dalam Alqur’an ada kedustaan maka kekafirannya adalah kekafiran yang kecil. Kadang seseorang tidak membenarkan seorang paranormal pada saat itu juga, akan tetapi pembenarannya datang setelah ia mendapatkan sesuatu seperti yang dikatakan paranormal.

عَرَّافًا : Nama yang umum yang mencakup dukun, munajjim (paranormal dengan menggunakan bintang), ar-rommal (peramal dengan menggaris di atas tanah) dan yang semisal mereka yang berdalil untuk mengetahui perkara-perkara ghaib dengan pembukaan-pembukaan yang dia pergunakan. Maka arraaf ini mencakup segala yang mengerjakan dan mengaku mengetahui perkara seperti ini.

Dalil Kelima

وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ ﭬ مَرْفُوعًا: «لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ، أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ، أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ، وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ؛ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ
عَلَى مُحَمَّدٍ ﷺ
»، رَوَاهُ الْبَزَّارُ بِإِسْنَادٍ جَيِّدٍ.

 Diriwayatkan dari Imran bin Husain secara marfu’, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :“Tidak termasuk golongan kami orang melakukan Tathoyyur (meramal nasib dengan menggunakan burung) atau yang meminta ditathayyurkan untuknya, meramal atau minta diramal, menyihir atau minta disihirkan, dan barang siapa yang mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad. Al Bazzar dengan sanad Jayyid.

Dalil Keenam

وَرَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الأَوْسَطِ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ دُونَ قَوْلِهِ: «وَمَنْ أَتَى …» إلى آخره.

قال الْبَغَوِيُّ: (الْعَرَّافُ: الَّذِي يَدَّعِي مَعْرِفَةَ الأُمُورِ بِمُقَدِّمَاتٍ يَسْتَدِلُّ بِهَا عَلَى الْـمَسْرُوقِ وَمَكَانِ الضَّالَّةِ وَنَحْوِ ذَلِكَ)، وَقِيلَ: هُوَ الْكَاهِنُ، وَالْكَاهِنُ هُوَ الَّذِي يُخْبِرُ عَنِ الْـمُغَيَّبَاتِ فِي الْـمُسْتَقْبَلِ، وَقِيلَ: الَّذِي يُخْبِرُ عَمَّا فِي الضَّمِيرِ.

وَقَالَ أَبُو الْعَبَّاسِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ: (الْعَرَّافُ: اسْمٌ لِلْكَاهِنِ وَالْـمُنَجِّمِ وَالرَّمَّالِ وَنَحْوِهِمْ مِمَّنْ يَتَكَلَّمُ فِي مَعْرِفَةِ الأُمُورِ بِهٰذه الطُّرُقِ).

Hadits ini diriwayatkan pula oleh At Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath dengan sanad hasan dari Ibnu Abbas tanpa menyebutkan kalimat : “Dan barang siapa mendatangi …”dst.

Imam Al Baghowi berkata : “Al Arraf (peramal) adalah orang yang mengaku bahwa dirinya mengetahui perkara-perkara dengan di awali pembukaan-pembukaan yang dia berdalil dengannya untuk mengetahui barang curian atau tempat barang yang hilang dan semacamnya. Ada pula yang mengatakan : ia adalah Al-Kahin (dukun), dan al-kahin adalah orang yang memberitahukan tentang perkara-perkara ghoib yang akan terjadi dimasa depan. Dan ada pula yang mengatakan : ia adalah orang yang bisa memberitahukan tentang apa-apa yang ada dihati seseorang”.

Menurut Abul Abbas Ibnu Taimiyah : “Al Arraf adalah sebutan untuk dukun, ahli nujum, ar-rommal (meramal nasib dengan menggaris di tanah) dan sejenisnya, yang  mereka berbicara mengetahui hal-hal ghaib dengan cara-cara seperti ini.”

مَنْ تَطَيَّرَ  (meramal nasib dengan burung) : Baik dia meramal untuk dirinya sendiri atau  untuk orang lain.

أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ : Memerintahkan orang lain untuk meramal nasibnya atau dia ridha orang lain meramal nasibnya.

أَوْ سُحِرَ لَهُ (Membuatkan sihir untuknya) : Sebagian orang berkata, bagi orang yang mengeluhkan istrinya : Saya akan buatkan untukmu sihir dan kamu tidak usah melakukan apa-apa, dia menyangka bahwa tidak ada dosa atasnya.

Dalil Ketujuh

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ – فِي قَوْمٍ يَكْتُبُونَ أَبَا جَادٍ، وَيَنْظُرُونَ فِي النُّجُومِ -: (مَا أَرَى مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ لَهُ عِنْدَ اللهِ مِنْ خَلَاقٍ).

Ibnu Abbas berkata  tentang orang-orang yang menulis huruf huruf أبا جا د  (Abjad) untuk mencari rahasia huruf sambil memperhatikan bintang-bintang : “Aku tidak tahu apakah

orang yang melakukan hal itu akan memperoleh bagian keuntungan di sisi Allah”.

● Mempelajari huruf أبا جا د  (abjad) terbagi menjadi dua:

1. Boleh : kita mempelajarinya untuk menghitung angka dan yang semisalnya, dan senantiasa para ulama melakukan perhitungan tanggal dengannya.

2. Haram : apabila Menghubungkan huruf-huruf ini dengan perjalanan dan pergerakan bintang atau muncul dan terbenamnya bintang.

Al-Masaail (Perkara-Perkara)

1. Tidak mungkin bersatu antara mempercayai paranoramal dengan keimanan terhadap Alqur’an. (ini termasuk kekufuran yang paling besar).

2. Penyebutan dengan jelas bahwa mempercayai paranormal adalah kekufuran.

3. Penyebutan tentang yang meminta diramal. (Dia seperti dukun, yang Rasulullah berlepas diri darinya).

4. Penyebutan pengharaman meminta untuk ditathayyur (diramal dengan menggunakan bantuan burung dan sejenisnya).

5. Penyebutan tentang haramnya meminta untuk disihirkan. (orang yang meminta untuk disihirkan maka dia sama penyihir dalam hukuman).

6. Penyebutan tentang haramnya mempelajari huruf أبا جا د  (Abjad). (Di dalamnya ada perincian).

7. Penyebutan tentang perbedaan antara al-kaahin dan al-‘araaf.

[27] Bab Tentang An-Nusyroh (Mengobati Sihir)

Bab ini menunjukan keindahan yang lain dalam penyusunan kitab ini. Dimana setelah penulis menyebutkan tentang sihir, disini penulis hendak menjelaskan kepada anda bagaimana bila anda ingin mengobatinya. Dan tidak diragukan bahwa menyembuhkan sihir dari orang yang tersihir merupakan kebaikan yang besar bagi mereka yang mengharap wajah Allah ta’ala.

Dalil Pertama

عَنْ جَابِرٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ سُئِلَ عَنِ النُّشْرَةِ، فَقَالَ: «هِيَ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ»، رَوَاهُ أَحْمَدُ – بِسَنَدٍ جَيِّدٍ – وَأَبُو دَاوُدَ.

 Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ketika ditanya tentang nusyrah, beliau menjawab : “Hal itu termasuk perbuatan setan” (HR.Ahmad dengan sanad yang baik, dan Abu Daud)

Dalil Kedua

وَقَالَ: سُئِلَ أَحْمَدُ عَنْهَا؛ فَقَالَ: ابْنُ مَسْعُودٍ يَكْرَهُ هٰذا كُلَّهُ.

Imam Ahmad ketika ditanya tentang nusyrah, ia menjawab : “Ibnu Mas’ud memakruhkan (membenci) ini semua.”

● An-nusyroh : Yaitu pengobatan sihir yang telah dikenal di zaman jahiliyah.

● Merupakana amalan setan : Penyandarannya kepada setan, ini lebih mengena untuk mensifati keburukannya dan membuat lari darinya.

● Memakruhkan ini : Makruh pada orang-orang dahulu kadang mereka maksudkan adalah haram.

● Semuanya ini dimakruhkan : Yaitu nusyroh yang menggunakan bantuan setan. Yaitu mengobati sihir dengan sihir.

Dalil Ketiga

وَفِي الْبُخَارِيِّ عَنْ قَتَادَةَ: قُلْتُ لِابْنِ الْـمُسَيَّبِ: رَجُلٌ بِهِ طِبٌّ أَوْ يُؤَخَّذُ عَنِ امْرَأَتِهِ؛ أَيُحَلُّ عَنْهُ أَوْ يُنَشَّـرُ؟ قَالَ: (لَا بَأْسَ بِهِ، إِنَّمَا يُرِيدُونَ بِهِ الإِصْلَاحَ، فَأَمَّا مَا يَنْفَعُ فَلَمْ يُنْهَ عَنْهُ) انْتَهَى.

Diriwayatkan dalam shoheh Bukhori, bahwa Qotadah menuturkan : Aku bertanya kepada Said bin Musayyab : “Seseorang yang terkena sihir atau diguna-guna, sehingga tidak bisa menggauli istrinya, bolehkah ia diobati dengan menggunakan Nusyrah ?”, ia menjawab : “Tidak apa-apa, karena yang mereka inginkan hanyalah kebaikan untuk menolak mudlarat, sedang sesuatu yang bermanfaat itu tidaklah dilarang.”

● طِبٌّ : Maksudnya adalah sihir. Sudah diketahui bahwa makna dari طِبٌّ adalah mengobati penyakit. Pengungkapan sihir  dengan طِبٌّ disini sebagai tafaaul (optimesme) agar sembuh. Sebagaimana orang yang tersengat hewan berbisa dinamakan dengan saliim (selamat) atau orang yang patah dinamakan dengan jabiiron (penyambung dari tulang yang patah).

● يُؤَخَّذُ عَنِ امْرَأَتِهِ : Yakni dia tertahan untuk menggauli istrinya padahal dia sehat-sehat saja. Ini merupakan bagian dari sihir.

Dalil Keempat

وَرُوِيَ عَنِ الْـحَسَنِ أَنَّهُ قَالَ: (لَا يَحُلُّ السِّحْرَ إِلَّا سَاحِرٌ).

قَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ: (النُّشْرَةُ: حَلُّ السِّحْرِ عَنِ الْـمَسْحُورِ، وَهِيَ نَوْعَانِ:

أَحَدُهُمَا: حَلٌّ بِسِحْرٍ مِثْلِهِ، وَهُوَ الَّذِي مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ، وَعَلَيْهِ يُحْمَلُ قَوْلُ الْـحَسَنِ، فَيَتَقَرَّبُ النَّاشِرُ وَالْـمُنْتَشِرُ إِلَى الشَّيْطَانِ بِمَا يُحِبُّ، فَيُبْطِلُ عَمَلَهُ عَنِ الْـمَسْحُورِ. الثَّانِي: النُّشْرَةُ بِالرُّقْيَةِ، وَالتَّعَوُّذَاتِ، وَالدَّعَوَاتِ، وَالأَدْوِيَةِ الْـمُبَاحَةِ؛ فَهٰذا جَائِزٌ).

Diriwayatkan dari Al Hasan radhiallahu’anhu, ia berkata : “Tidak ada yang dapat melepaskan pengaruh sihir kecuali tukang sihir”.

Ibnul qoyyim menjelaskan : “Nusyrah adalah penyembuhan terhadap seseorang yang terkena sihir. Caranya ada dua macam :

Pertama : dengan menggunakan sihir pula, dan inilah yang termasuk perbuatan setan. Dan pendapat Al Hasan diatas di bawa pada kategori ini, karena masing-masing dari orang yang menyembuhkan dan orang yang disembuhkan mengadakan pendekatan kepada setan dengan apa yang disenaginya, sehingga setan tersebut membatalkan perbuatannya selama ini terhadap yang disihir .

Kedua : Penyembuhan dengan menggunakan ruqyah dan ayat-ayat yang berisikan minta perlindungan kepada Allah, juga dengan obat-obatan dan doa-doa yang diperbolehkan. Cara ini hukumnya boleh.

Bantahan terhadap yang memperbolehkan mengobati sihir dengan sihir

1. Hal ini menyelisihi Alqur’an, sunnah, yang dilakukan para sahabat serta ulama-ulama salaf terdahulu.

2. Pengobatan seperti ini akan melemahkan untuk berobat dengan Alqur’an dan doa-doa yang terdapat dalam sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

3. Pengobatan dengan cara seperti ini akan semakin memperkuat sihir dan para penyihir serta semakin membuat para penyihir memiliki kedudukan di mata manusia.

4. Hal ini akan membawa kepada berpaling dari yang yakin yaitu berobat menggunakan Alqur’an dan doa-dao yang diajarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kepada sesuatu yang dzan (prasangka) yaitu berobat dengan sihir.

5. Menyembuhkan sihir dari yang tersihir dengan bantuan tukang sihir akan menjadikan yang dioabati dan yang mengobati melakukan persembahan kepada setan dengan sesuatu yang disukainya agar setan membatalkan sihir tersebut.

6. Apabila yang tersihir bersabar maka baginya adalah surga, sebagaimana yang terdapat dalam hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

7. Mengobati sihir dengan sihir akan semakin menambah sihir pada yang tersihir.

8. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah tersihir namun beliau tidak mengobati sihir tersebut dengan sihir, namun beliau memperguanakan ruqyah yang disyariatkan.

Al-Masaail (Perkara-Perkara)

1. Larangan mengobati sihir dengan sihir.

2. Perbedaan antara Nusyrah yang dilarang dan yang diperbolehkan. Dengan demikian menjadi jelas masalahnya.

(Maka semua orang yang mengatakan bolehnya mengobati sihir dengan cara an-nusyroh dibawa kepada mengobati dengan cara di ruqyah, bacaan-bacaan meminta perlindungan, obat-obatan dan doa-doa. Demikian pula semua larangan mengobati sihir dengan cara an-nusyroh dibawa kepada mengobati sihir dengan sihir.

[28] Bab Tentang At-Thatoyyur (Meramal Kesialan Melalui Perantaraan Burung)

● Mengapa tathayyur menafikan tauhid?

1. Karena orang yang bertathayyur telah membuang tawakalnya kepada Allah ta’ala dan bersandar kepada selain Allah.

2. Karena dia bergantung kepada suatu perkara yang tidak ada hakikatnya. Dimana perbuatan tathayyur ini bersandar kepada persangkaan lemah dan ilusi semata. Sementara tauhid adalah ibadah dan meminta pertolongan kepada Allah ta’ala.

● At-Thatoyyur secara syariat: Meramal kesialan dengan yang dilihat atau yang didengar atau dengan pengetahun terhadap waktu dan tempat.

1. Dengan yang dilihat : Seperti ketika seseorang melihat burung lalu dia menghubungkannya dengan kesialan disebabkan burung tadi sangat menyeramkan atau karena warnanya hitam.

2. Dengan yang didengar : Misalnya ada orang yang sudah bertekad kuat untuk mengerjakan suatu perkara lalu dia mendengar seseorang berkata kepada orang lain “wahai orang yang bangkrut” akhirnya karena ucapan ini dia kemudian menghubungkannya dengan kesialan.

3. Dari Pengetahun: Seperti meramal nasib sial dengan hari-hari tertentu, atau bulan atau tahun atau dengan sebagian tempat-tempat tertentu.

Dalil Pertama

Allah berfirman:

أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللّهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ

Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A’roof : 131).

Dalil Kedua

قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ

Utusan-utusan itu berkata: “Kesialan kamu itu adalah karena kamu sendiri”. (QS. Yasin : 19)

● طَائِرُهُمْ عِندَ اللّهُ : Bahwa apa yang menimpa mereka dari paceklik dan musim kemarau yang berkepanjangan itu dari Allah dan Allah yang mentakdirkannya serta tidak ada hubungannya dengan nabi Musa alaihi salam dan kaumnya. Bahkan perkaranya menunjukan sebaliknya, bahwa mereka ini adalah sebab datangnya kebaikan dan keberkahan.

●طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ (Kesialan kamu itu adalah karena kamu sendiri) : Yakni menyertai kalian dan apa yang menimpa kalian hal itu disebabkan kalian sendiri dan amalan-amalan kalian, kalian sendirilah penyebabnya.

● Dua ayat diatas tidak ada kontradiksi : Ayat yang pertama menunjukan bahwa yang mentakdirkannya adalah Allah dan ayat kedua menjelaskan bahwa sebabnya adalah dari mereka sendiri. Maka hakekatnya merekalah kesialan itu yang terus menyertai mereka.

Dalil Ketiga

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ﭬ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «لَا عَدْوَى، وَلَا طِيَرَةَ، وَلَا هَامَةَ، وَلَا صَفَرَ»، أَخْرَجَاهُ، زَادَ مُسْلِمٌ: «وَلَا نَوْءَ، وَلَا غُولَ».

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhi Allahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :  “Tidak ada ‘Adwa, Thiyarah, Hamah, Shofar” (HR. Bukhori dan Muslim), dan dalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan : “ dan tidak ada Nau’, serta tidak ada ghaul”.

Dalil Keempat

وَلَهُمَا عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «لَا عَدْوَى، وَلَا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ» قَالُوا: وَمَا الْفَأْلُ؟ قَالَ: «الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ».

Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan pula dari Anas bin Malik radhi Allahu’anhu, ia berkata :  Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda :  “Tidak ada ‘Adwa dan tidak ada Thiyarah, tetapi Fa’l menyenangkan diriku”, para sahabat bertanya : “apakah Fa’l itu ?” beliau menjawab : “yaitu kalimah thoyyibah (kata-kata yang baik)”.

● “Tidak ada adwa” : Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam hendak membatilkan keyakinan orang-orang jahiliyah yang mereka beranggapan bahwa penyakit itu dapat berpengaruh dengan sendirinya. Atau bermakna : tidak ada adwa yang berpengaruh dengan sendirinya, akan tetapi itu adalah sebab berpindahnya penyakit dengan izin Allah.

● “Tidak ada hamah” : Burung yang menyerupai burung hantu atau burung hantu itu sendiri, dimana orang-orang jahilyah dahulu bertathayyur dengannya.

● “Tidak ada shafar”: Maksudnya adalah:

1. Bulan safar, dimana orang-orang jahiliyah dahulu menganggapanya sebagai bulan kesialan, apalagi kalau untuk pernikahan di dalamnya.

2. Penyakit perut yang menimpa onta, yang berpindah dari onta yang satu ke onta yang lainnya.

3. An-Nasi (penguluran waktu) yakni mereka mengulur waktu-waktu yang haram hingga sampai kepada bulan shafar sehingga mereka bisa berperang di bulan Muharram.

● “Tidak ada nau” : Tempat-tempat turunya bulan, yang mana setiap tempat tersebut ada bintangnya.  Dan orang-orang Arab dahulu menganggap kesialan dengannya. Mereka mengatakan : “Ini adalah bintang nahas (kemalangan) yang tidak ada kebaikan di dalamnya. Ada juga sebagian yang lain mengatakan ini adalah bintang shu’ud (keberuntungan) yang di dalamnya terdapat kebaikan.

● “Tidak ada ghaul” : Dahulu ketika orang-orang Arab safar, mereka ditakuti-takuti oleh setan dengan merubah bentuknya sehingga masuk rasa takut dalam hati mereka, karena itu mereka mencegah diri untuk pergi kearah yang mereka inginkan.

Dalil Kelima

وَلِأَبِي دَاوُدَ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ: ذُكِرَتِ الطِّيَرَةُ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَقَالَ: «أَحْسَنُهَا: الْفَأْلُ، وَلَا تَرُدُّ مُسْلِمًا، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُ؛ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ لَا يَأْتِي بِالْـحَسَنَاتِ إِلَّا أَنْتَ، وَلَا يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلَّا أَنْتَ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِكَ».

  Abu Daud meriwayatkan dengan sanad yang shohih, dari Uqbah bin Amir, ia berkata : “Thiyarah disebut-sebut dihadapan Rasulullah, maka beliaupun bersabda : “Yang paling baik adalah Fa’l (optimesme yang baik), dan Thiyarah tersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya,  apabila salah seorang di antara kamu melihat sesuatu yang tidak disukainya, maka hendaknya ia berdo’a : “Ya Allah, tiada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, dan tiada yang dapat menolak kejahatan kecuali Engkau, serta tidak ada daya dan kekuatan kecuali atas pertolongan-Mu”.

Daud dan At-Tirmidzi dan ia menshahihkannya, dan kalimat terakhir ia jadikan sebagai ucapannya Ibnu Mas’ud)

Dalil Ketujuh

وَلِأَحْمَدَ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَمْرٍو: «مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عَنْ حَاجَتِهِ؛ فَقَدْ أَشْرَكَ»، قَالُوا: فَمَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «أَنْ يَقُولَ: اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ، وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ».

Imam Ahmad meriwayatkan dari hadits Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Barang siapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah ini, maka ia telah berbuat kemusyrikan”, para sahabat bertanya : “lalu apa yang bisa menebusnya ?”,  Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menjawab :” hendaknya ia berdoa : “Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dariMu, dan tiada kesialan kecuali kesialan dari-Mu, dan tiada sesembahan kecuali Engkau”.

Dalil Kedelapan

وَلَهُ مِنْ حَدِيثِ الْفَضْلِ بْنِ الْعَبَّاسِ: «إِنَّمَا الطِّيَرَةُ مَا أَمْضَاكَ أَوْ رَدَّكَ».

 Dan dalam riwayat yang lain dari Fadl bin Abbas, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Sesugguhnya Thiyarah itu adalah yang bisa menjadikan kamu terus melangkah, atau yang bisa mengurungkan niat (dari tujuan kamu)”.

وَمَا مِنَّا إِلَّا : Tidak ada di antara kita melainkan (ada pada dirinya tathayyur). Kata “ada pada dirinya tathayyur” tidak disebutkan dalam redaksi hadits, sebab ini adalah perkara yang tidak disukai untuk disebutkan dan untuk menjauhi lafadz-lafadz yang mengandung kesyirikan serta untuk merealisasikan tauhid dalam lafadz. Padahal orang yang meriwayatkan tentang kekafiran tidaklah kafir karena meriwayatkannya.

● Tawakal : Benarnya penyandaran kepada Allah untuk mendatangkan manfaat dan menolak mudhorot disertai dengan kepercayaan terhadap-Nya juga mengerjakan sebab yang Allah jadikan sebagai sebab.

Apa obat dari tathayyur?

1. Merealisasikan tauhid, sebab tathayyur dapat dihilangakan oleh Allah dengan bertawakal kepada-Nya, sehingga ia memiliki hati yang lapang.

2. Membaca doa yang terdapat dalam hadits Rasulullah:

اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ، وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ».

“Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari-Mu, dan tiada kesialan kecuali kesialan dari-Mu, dan tiada sesembahan kecuali Engkau”.

3. Hendaknya optimisme dengan kebaikan dan jangan bertasyaum (menganggapnya sebagai kesialan), dan supaya membuang jauh-jauh tasyaum dari benaknya.

4. Apa yang ada di dalamnya maslahat maka jangan anda mndur untuk mendapatkannya pada usaha pertama, kalau tidak bisa pada usaha pertama maka ulangi lagi berkali-kali.

10. Penyebutan secara jelas bahwa thiyaroh adalah syirik. (Perinciannya : Kalau meyakini bahwa itu berpengaruh dengan sendirinya maka itu syirik besar. Apabila meyakini bahwa itu sebagai sebab maka itu syirik kecil.

11. Penjelasan tentang thiyarah yang tercela. (Apa yang membuatmu maju dan mundur).

[29] Bab Tentang Ilmu Perbintangan (Astrologi)

● Penulis tidak mengatakan bahwa itu adalah syirik, karena di dalam ilmu perbintangan ini ada perinciannya. Bahwa disana ada ilmu ta’tsir dan ilmu tasyir sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

● Setiap ucapan para ulama salaf yang mengharamkan mempelajari peredaraan bulan dibawa kepada ilmu ta’tsir.

● Setiap ulama salaf yang memperbolehkan mempelajari ilmu perederaan bulan maka dibawa kepada ilmu tasyir.

Dalil Keempat

وَعَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «ثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُونَ الْـجَنَّةَ: مُدْمِنُ الْـخَمْرِ، وَقَاطِعُ الرَّحِمِ، وَمُصَدِّقٌ بِالسِّحْرِ»، رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ حِبَّانَ فِي «صَحِيحِهِ».

Diriwayatkan Abu Musa radhiallahu’anhu, ia menuturkan : bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda : “Tiga orang yang tidak akan masuk surga : pecandu khomr (minuman keras), orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan, dan orang yang mempercayai sihir. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dalam kitab shohihnya).

● “Tidak akan masuk surga” : Ini adalah hadits wa’id (ancaman) yang  harus diterapkan sesuai wujudnya, dan jangan dibenturkan dengan nas-nas lain yang berbicara tentang wa’ad (janji). Dengan menjalankannya seperti ini maka akan lebih kuat dalam gertakan.

● “Pecandu khamar” : Yang terus minum khomr. Khamr adalah setiap yang menutup akal manusia, baik diminum untuk kesenangan atau untuk mabuk-mabukan.

● “Memutuskan hubungan kekeluargaan” : Menyambung silaturrrahim tidak dibatasi dalam syariat, maka hal ini dikembalikan kepada “urf (kebiasaan masyarakat) selama tidak menyelisihi syariat.

● “Orang yang mempercayai sihir” : Inilah yang dimaksud dalam membawakan hadits ini, bahwa di dalam ilmu perbintangan ada yang masuk pada jenis sihir.

Pembahasan berkaitan dengan dosa besar

● Pengertian dosa besar : Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: dosa besar adalah setiap maksiat yang diganjar dengan hukuman yang khusus seperti dilaknat atau dimurkai atau diusir atau Islam berlepas diri dari pelakunya atau dia termasuk orang kafir atau musyrik atau bukan seorang yang beriman atau diserupakan dengan hewan yang paling buruk…

● Hukum pelakunya : Seorang yang beriman dengan keimananya dan seorang yang fasik dengan dosa besarnya dimana dia berada di bawah kehendak Allah, boleh jadi Allah menghukumnya dan boleh jadi Allah mengampuninya.

● Apakah dosa besar dapat dihitung dengan jumlah atau hanya bisa dibatasi? Dosa besar hanya dapat dibatasi dengan pengertian diatas namun tidak dapat dihitung jumlahnya.

● Apakah dosa besar lebih besar doasanya atau syirik kecil? Tingkatan dosa dimulai dari dosa kecil kemudian dosa besar kemudian syirik kecil kemudian syirik besar. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An-Niisa 48).

Ibnu Mas’ud Radhi Allahu Anhu berkata:

لَأن أحلف بالله كاذبًا خيرٌ من أن أحلف بغيره صادقًا

“Saya bersumpah dengan nama Allah padahal saya dusta lebih baik saya bersumpah dengan nama selain Allah walaupun saya jujur”.

Bersumpah dengan nama Allah padahal dia dusta merupakan dosa besar, adapun bersumpah dengan nama selain Allah adalah syirik kecil.

● Apakah dosa besar dapat dihapus dengan amalan-amalan shaleh atau pelakunya harus bertaubat? Pelakunya harus bertaubat. Karena Rasulullah bersabda:

النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ

“Orang yang melakukan niyahah (meratapi mayit) apabila ia mati sebelum bertaubat, maka akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan  dipakaikan kepadanya pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga, serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Antara shalat lima waktu dan jumat ke jumat berikutnya serta Ramadhan yang satu ke Ramadhan berikutnya, ada penghapus dosa-dosa di antaranya selama dosa-dosa besar dijauhi.”

● Apakah sah bertaubat dari sebagian dosa tanpa bertaubat dari sebagian yang lain? “Ya”, Bertaubat dari sebagian dosa besar tanpa yang lainnya dianggap sah, meskipun berhenti dari segala dosa merupakan suatu keharusan.

● Sikap terhadap pelaku dosa besar apakah harus dibenci atau dicintai? Dicintai sesuai kadar keimanan yang ada pada dirinya dan dibenci sesuai kadar maksiat yang ada pada dirinya dan tidak boleh kita duduk bersamanya pada saat ia melakukan dosa besar.

● Apakah dosa besar bertigkat-tingkat? “Ya”, dosa besar bertingkat-tingkat. Sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya:

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ

Maukah kutunjukan kepada kalian dosa besar yang paling besar.

● Bagaimana kita menamakan pelaku dosa besar? Kita namakan mereka dengan “seorang mu’min dengan keimananya, fasik dengan dosa besarnya atau dia seorang mu’min yang kurang imannya”. Kita tidak mengatakan tentang mereka seperti apa yang diucapkan orang-orang murjiah bahwa mereka adalah “orang-orang mu’min yang sempurna imannya” dan tidak pula kita katakana seperti perkataan Khawarij bahwa mereka adalah “orang-orang kafir”.

Al-Masaail (Perkara-Perkara)

1. Hikmah diciptakannya bintang-bintang. (Sebagai perhiasan langit, Pelempar setan, Tanda petunjuk).

2. Sanggahan terhadap orang yang mempunyai anggapan adanya fungsi lain selain tiga tersebut. (Ilmu ta’tsir).

3. Adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang hukum mempelajari ilmu letak peredaran bulan.

4. Ancaman bagi orang yang mempercayai sihir walaupun sedikit (yang di antara jenisnya adalah ilmu perbintangan), meskipun ia mengetahui akan kebatilannya.

[30] Bab Tentang Menyandarkan Turunnya Hujan Kepada Bintang

1. Syirik besar apabila Menyandarkan turunnya hujan kepada bintang atau berkeyakinan bahwa bintang tersebut yang melakukannya atau yang dapat memenuhi kebutuhannya.

2. Syirik kecil apabila seseorang berkeyakinan bahwa itu hanya sebagai sebab dan Allah sematalah yang mencipta dan yang menurunkan hujan.

Dalil Pertama

Allah berfirman:

وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ ﴿٨٢﴾

“Dan kalian membalas rizki (yang telah dikaruniakan Allah) kepadamu dengan mengatakan perkataan yang tidak benar” (QS. Al-Waqi’ah, 82).

Dalil Kedua

[2] وَعَنْ أَبِي مَالِكٍ الأَشْعَرِيِّ ﭬ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْـجَاهِلِيَّةِ لَا يَتْرُكُونَهُنَّ: الْفَخْرُ بِالأَحْسَابِ، وَالطَّعْنُ فِي الأَنْسَابِ، وَالِاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ، وَالنِّيَاحَةُ»، وَقَالَ: «النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا؛ تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ، وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Malik Al-Asy’ari radhi Allahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Empat perkara pada umatku termasuk perbuatan jahiliyah yang mereka tidak meninggalkannya : Berbangga-bangga dengan kebesaran leluhur, mencela pada garis keturunan, menyandarkan turunnya hujan kepada bintang tertentu, dan meratapi orang mati”. Dan beliau bersabda : “Orang yang melakukan niyahah (meratapi mayit) apabila ia mati sebelum bertaubat, maka akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan  dipakaikan kepadanya pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga, serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal”(HR. Muslim).

● وَتَجْعَلُونَ : Kalian berdusta bahwa itu dari Allah, yang sebenarnya adalah  kalian menyandarkan turunnya kepada selain Allah.

● “Empat” : Bukan untuk membatasi karena disana ada perkara-perkara lain yang masuk dalam kategori ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan itu hanya sebatas untuk membatasi pengatahuan dan mengumpulkannya dengan pembagian dan angka. Sebab cara seperti ini dapat lebih memudahkan untuk dipahami dan dihafal.

● “Jahiliyah” : Sebulum Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam diutus menjadi nabi. Tujuannya adalah untuk membuat jelek gambarannya dan membuat lari darinya. Yang mana semuanya itu adalah kebodohan dan keburukan.

● “Mereka tidak meninggalkannya” : Ini sebagai pengkabaran dan peringatan bukan untuk pengakuan bolehnya.

● “Berbangga-bangga dengan kebesaran leluhur” : Dia merasa di atas dan lebih agung karena

dia dari keturunan yang mulia atau pemuka kaum. Padahal kebanggaan yang sesungguhnya adalah dengan ketakwaan yang mencegah dari sifat merasa di atas dan lebih agung. Orang yang bertakwa setiap nikmat Allah bertambah kepadanya maka sifat ketawadhuannya kepada kebenaran dan manusia lain semakin bertambah.

● “Mencela pada garis keturunan” : Mencela orang tua atau nenek moyang seseorang, seperti ia mengatakan : “kamu anaknya tukang penyamak kulit”.

وَالِاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ : Inilah yang diinginkan dari hadits ini. Maknanya adalah menyandarkan hujan kepada bintang tertentu.

● An-Niyahah : Sengaja mengangkat suara ketika menangisi si mayit untuk meratapi kepergiannya.

●   تُقَامُ (dibangkitkan dari kuburnya). سِرْبَالٌ : Pakaian yang dilumuri. قَطِرَانٍ : Aspalcair atau tembaga cair.

● جَرَبٍ : Penyakit pada kulit yang berbekas setiap kali dia menggaruknya. Maknanya adalah bahwa seluruh kulitnya terkena penyakit ini yang seolah-olah itu adalah mantel pada tubuhya. Apabila cairan tembaga tadi terkumpul bersama penyakit kulit ini maka rasa sakitnya semakin besar dan bertambah. Hikmahnya adalah ketika ia tidak menutupi musibahnya dengan kesabaran maka sangat pantas tubuhnya ditutupi atau diselimuti dengan ini. Sebabbalasan sesuai dengan amal perbuatan.

 اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ؛ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا؛ فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ».

Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Zaid bin Kholid radhi Allahu’anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengimami kami pada sholat subuh di Hudaibiyah setelah semalaman turun hujan. Ketika usai melaksanakan sholat, beliau menghadap kepada jamaah dan bersabda :“Tahukah kalian apakah yang difirmankan oleh Rabb kalian?”,  mereka menjawab : “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”, beliau bersabda : “Dia berfirman : “pagi ini di antara hamba-hambaku ada yang beriman dan ada pula yang kafir, adapun orang yang mengatakan : hujan turun berkat karunia dan rahmat Allah, maka ia telah beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang, sedangkan orang yang mengatakan : hujan turun karena bintang ini dan bintang itu, maka ia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang”.

Dalil Keempat

وَلَهُمَا مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ مَعْنَاهُ، وَفِيهِ: قَالَ بَعْضُهُمْ: لَقَدْ صَدَقَ نَوْءُ كَذَا وَكَذَا؛ فَأَنْزَلَ اللهُ هٰذه الآيَاتِ: }فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ{ ﴿٧٥﴾ إلَى قَوْلِهِ }أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ{ ﴿٨٢﴾

Dan diriwayatkan pula Imam Bukhori dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma yang maknanya tertera disitu : bahwa ada di antara mereka berkata : ‘sungguh, telah benar bintang ini, atau bintang itu’, sehingga Allah menurunkan firman-Nya : {Maka aku bersumpah dengan tempat-tempat peredaran bintang} sampai kepada firmananya : {Dan kamu membalas rizki (yang telah dikaruniakan Allah) kepadamu dengan perkataan yang dusta}.

● { فَلَا }: Untuk memperingatkan, yang bermakna perhatikanlah, Aku bersumpah dengan tempat-tempat peredaraan bulan.

● Manfaat dari Allah bersumpah padahal Dia Maha Benar yang tidak butuh untuk bersumpah:

1. Ina adalah uslub (gaya bahasa) Arab untuk menekankan sesuatu dengan sumpah.

2. Ini akan semakin menambah keyakinan seorang mu’min, maka tidak mengapa menambah penekanan yang itu dapat menambah keyakinan seorang hamba.

3. Bahwa Allah bersumpah dengan perkara-perkara yang agung yang menunjukan atas kesempurnaan kemampuan-Nya, keagungan-Nya dan ilmu-Nya.

4. Untuk mengankat keagungan yang dipakai untuk bersumpah, karena Allah tidak bersumpah melainkan dengan sesuatu yang agung.

5. Untuk perhatian dengan sasaran sumpah, sebab itu adalah sesuatu yang pantas untuk diperhatikan dan ditetapkan.

● { إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ }: Kata كَرِيمٌ dapat bermakna : [1] Elok nan indah, karena tidak ada yang lebih indah dari Alqur’an. [2] Banyak pemberiannya, dimana Alqur’an akan memberi ahli

Alqur’an kebaikan dunia dan akhirat serta kebaikan pada badannya dan hatinya.

● { فِي كِتَابٍ مَّكْنُونٍ } : Lauhul Mahfudz atau Suhuf yang ada pada tangan para malaikat.

● { لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ }: Tidak disentuh kecuali makhluk-makhluk yang suci (malaikat). Ini sebagai isyarat bahwa mereka yang membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran maksiat akan lebih paham terhadap Alqur’an.

●  { تَنزِيلٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِينَ } : Kata تَنزِيلٌ (diturunkan) di dalamnya terdapat:

1. Bahwa Alqur’an diturunkan untuk semua makhluk dan ini menunjukan keumuman risalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

2. Bahwa Alqur’an itu diturunkan dari Tuhan mereka, kalau seperti ini perkaranya maka Alqur’an itu sebagai hukum untuk mereka dan akan menghakimi mereka.

3. Bahwa turunya Alqur’an merupakan bagian dari kesempurnaan rububiyah Allah, dan ini menunjukan kasih sayang Allah kepada para hamba.

4. Bahwa Alqur’an adalah firman Allah ta’ala yang diturunkan, bukan sebagai makhluk.

●  { أَفَبِهَذَا الْحَدِيثِ أَنتُم مُّدْهِنُونَ } : Makna kata مُّدْهِنُون adalah kalian takut, yakni tidak pantas bagi kalian untuk takut, bahwa seyogyanya yang ada padanya Alqur’an untuk menjelaskananya kepada manusia.

● وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُون   (Dan kamu membalas rizki (yang telah dikaruniakan Allah) kepadamu dengan perkataan yang dusta). Yakni kalian mengganti kesyukuran kalian dengan kedustaan, ini merupakan kebodohan yang nyata.

Al-Masaail (Perkara-Perkara)

1. Penjelasan tentang maksud ayat

{وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ  }

 kamu (mengganti) rezki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). (QS. Al-Waaqi’ah : 82).

2. Penyebutan empat perkara yang termasuk perbuatan jahiliyah. (Berbangga-bangga dengan kebesaran leluhur, mencela pada garis keturunan, menyandarkan turunnya hujan kepada bintang tertentu, dan meratapi orang mati”.

3. Pernyataan bahwa sebagian dari perbuatan itu adalah kekufuran. (Menyandarkan turunnya hujan kepada bintang tertentu, mencela pada garis keturunan dan meratapi orang mati.

4. Adanya kufur yang tidak mengeluarkan dari Islam. (Menyandarkan hujan kepada bintang sebagiannya kufur yang mengeluarkan dari Islam dan sebagiannya tidak mengeluarkan dari Islam).

5. Ucapan Allah: أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ (pagi ini di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman dan ada pula yang kafir) disebabkan turunya nikmat. (Yang wajib bagi manusia apabila nikmat didatangkan kepadanya untuk tidak menyandarkannya kepada sebab semata tanpa menyertakan Allah).

6. Perlu kecermatan dan pemahaman untuk keimanan pada kasus ini. (Yaitu dengan

menyandarkan turunya hujan kepada kebaikan Allah dan rahmat-Nya).

7. Begitu juga perlunya kecermatan dan pemahaman tentang  kufur dalam kasus ini. (Menyandarkan turunya hujan kepada bintang).

8. Perlunya pemahaman yang dalam terhadap perkataan: لَقَدْ صَدَقَ نَوْءُ كَذَا وَكَذَا (sungguh, telah benar bintang ini, atau bintang itu) : (Yakni terjadi dengan perbuatan  bintang tersebut dan janjinya).

9. Metode mengeluarkan suatu permasalahan oleh seorang pengajar kepada para penuntut ilmu dengan cara melemparkan pertanyaan. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam “Tahukah kalian apakah yang difirmankan oleh Rabb pada kalian ?”. (Ini akan mengantarkan kepada hadirnya hati bagi mereka yang ditanya. Dan ini adalah salah satu bentuk keindahan dalam metode Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengajar).

10. Ancaman bagi wanita yang meratapi orang mati. (Dipakaikan kepadanya pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga, serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal).

Scroll to Top