[31] Bab Firman Allah:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّه
“Dan diantara manusia ada yang mengambil selain Allah sebagai tandingan-tandingan” (QS. Al-Baqoroh: 165).
Diriwayatkan dari Anas radhi Allahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya, dan manusia seluruhnya”. (HR. Imam Bukhori dan Muslim)
● {Jika bapak-bapak dan anak-anak} : Mencintai mereka bukan termasuk kategori cinta ibadah, akan tetapi apabila cinta kepada mereka lebih diutamakan daripada cinta kepada Allah maka itu akan menjadi sebab datangnya Uquubah (sangsi).
● “Tidak beriman salah seorang diantara kalian” : Penafian iman disini yaitu kesempurnaan iman yang wajib, kecuali kalau tidak ada kecintaannya sama sekali kepada Allah.
10. Ancaman terhadap seseorang yang mencintai ke delapan perkara di atas (orang tua, anak-anak, paman, keluarga, istri, harta kekayaan, tempat tinggal dan perniagaan) lebih dia cintai daripada agamanya.
11. Bahwa orang yang mengambil sekutu-sekutu selain Allah dengan mencintainya sebagaimana mencintai Allah adalah syirik besar.
Dalil Ketiga
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah… (QS. Al-Angkabuut : 10).
● Merupakan sesuatu yang sudah diketahui bahwa seseorang akan berusaha lari dari azab Allah, sehingga ia berusaha merealisasikan perintah-Nya. Pada ayat ini Allah menyebutkan bahwa ada orang yang menjadikan ujian manusia seperti azab dari Allah, sehingga dia berusaha lari dari azab tersebut dengan mengikuti hafa nafsuh mereka, sebab ia telah menjadikan ujian tersebut sebagai azab. Maka pada kondisi ini, dia telah takut kepada mereka seperti takutnya kepada Allah. Sebab dia telah menjadikan azab manusia seperti azab Allah sehingga ia lari dari azab tersebut dengan mengikuti hawa nafsuh dan keinginan mereka.
● Di dalam ayat terdapat ancaman dari seseorang yang berkata menyelisihi hatinya.
Dalil Keempat
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ ﭬ مَرْفُوعًا: «إِنَّ مِنْ ضَـُعْفِ الْيَقِينِ أَنْ تُرْضِيَ النَّاسَ بِسَخَطِ اللهِ، وَأَنْ تَحْمَدَهُمْ عَلَى رِزْقِ اللهِ، وَأَنْ تَذُمَّهُمْ عَلَى مَا لَمْ يُؤْتِكَ اللهُ، إِنَّ رِزْقَ اللهِ لَا يَجُرُّهُ حِرْصُ حَرِيصٍ، وَلَا يَرُدُّهُ كَرَاهِيةُ كَارِهٍ».
Diriwayatkan dari Abu Said secara marfu’, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya termasuk lemahnya keyakinan adalah jika kamu mencari ridho manusia dengan kemurkaan Allah, dan kamu memuji mereka atas rizki yang Allah berikan lewat perantaraannya, dan mencela mereka atas sesuatu yang tidak diberikan Allah kepadamu, sesungguhnya rizki Allah tidak dapat didatangkan oleh ketamakan orang yang tamak, dan tidak pula dapat digagalkan oleh kebenciannya orang yang membenci”.
● “Kamu mencari ridho manusia” : Takut kepada mereka melebihi takutmu kepada Allah ta’ala dan tidak menasehati mereka.
● “ Kamu memuji mereka” : Kamu menjadikan pujianmu seluruhnya untuk mereka, dan pura-pura lupa dengan yang mendatangkan sebab yaitu Allah ta’ala.
● “Kamu mencela mereka” : Karena kapan Allah mentakdirkan untukmu rezki maka pasti kamu akan mendapatkan sebab-sebab lain. Maka yang wajib bagimu adalah ridha dengan pembagian rezki Allah ta’ala.
Dalil Kelima
وَعَنْ عَائِشَةَ ڤ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «مَنِ الْتَمَسَ رِضَا اللهِ بِسَخَطِ النَّاسِ؛ رضي الله عنه وَأَرْضَى النَّاسَ،
عَنْهُ النَّاسَ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ؛ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ»، رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي «صَحِيحِهِ».
Diriwayatkan dari Aisyah radhi Allahu anha, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang mencari Ridho Allah sekalipun dengan resiko mendapatkan kemarahan manusia, maka Allah akan meridhoinya, dan akan menjadikan manusia ridho kepadanya, dan barangsiapa yang mencari ridho manusia dengan melakukan apa yang menimbulkan kemurkaan Allah, maka Allah murka kepadanya, dan akan menjadikan manusia murka pula kepadanya” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shohehnya).
● “Barang siapa mencari” : Dia takut dari mereka dan berusaha agar mereka ridha kepadanya lalu mendahulukan ketakutannya kepada mereka dari takut kepada Allah ta’ala.
Faedah-faedah dari hadits:
1. Wajibnya mencari keridhaan Allah ta’ala meskipun dengan resiko manusia benci kepadanya, karena sesungguhnya hanya Allah yang memberikan manfaat dan menolak mudhorot.
2. Penetapan sifat ridha dan marah kepada Allah ta’ala sesuai dengan hakekatnya, akan tetapi tidak boleh dipermisalkan dengan para makhluk-Nya.
Al-Masaail (Perkara-Perkara)
1. Penjelasan firman Allah ta’ala : (Mereka itu hanyalah setan yang menakut-nakuti wali-wali-Nya. Maka janganlah kalian takut kepadanya…) (QS. Ali-Imron: 175).
2. Penjelasan firman Allah dalam surat Al-Baroah. (Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah… (QS. At-Taubah : 18)..
3. Penjelasan firman Allah dalam surat Al-Angkaabuut : (Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”…) (QS. Al-Angkaabuut : 10).
4. Bahwa keyakinan bisa menguat dan bisa melemah.
5. Tanda-tanda melemahnya keimanan, antara lain dengan tiga perkara ini. (Mencari keridhaan manusia dengan kemarahan Allah, Kamu memuji mereka atas rezki yang Allah berikan lewat perantaraan mereka dan kamu membenci mereka atas apa yang Allah tidak berikan kepadamu).
6. Mengikhlaskan rasa takut hanya kepada Allah adalah termasuk kewajiban.
7. Penyebutan ganjaran kebaikan bagi yang melakukannya. (Allah ridha kepadanya dan Allah akan menjadikan manusia ridha kepadanya.
8. Penyebutan sangsi bagi yang meninggalkannya. (Allah marah kepadanya dan Allah membuat manusia marah kepadanya).
[33] Bab Firman Allah:
● Setelah penulis menyebutkan bab tentang takut dan bab tentang cinta, beliau melanjutkannya dengan penjelasan bahwa untuk menggapai apa yang diinginkan dan menghindari yang tidak disukai, itu tidak akan terealisasi melainkan dengan tawakal, juga tidak akan mungkin merealisasikan ibadah melainkan dengan tawakal. Dan tawakal ini merupakan derajat yang paling tinggi, yang wajib bagi seorang muslim untuk menyertakannya pada setiap urusannya.
● “Dan kepada Allah hendaklah kalian bertawakal” : Pada redaksi ini (mendahulukan ma’mul { وَعَلَى اللّهِ}yang seharusnya diakhirkan) menunjukan pembantasan, yang di dalamnya menunjukan penafian kesempurnaan iman dengan tidak adanya tawakal. Namun apabila seluruh penyandaran di berikan kepada sealin Allah maka ini menjadi syirik besar.
Dalil Kedua
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ﴿٢﴾ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ ﴿٣﴾
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. Al-Anfaal 2-3).
Dalil Ketiga
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ ﴿٦٤﴾
Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mu’min yang mengikutimu. (QS. Al-Anfaai : 64).
● Seorang muslim tetap dikatakan sebagai seorang yang beriman walaupun tidak memiliki sifat seperti yang disebutkan pada ayat di atas. Namun keimanannya ini hanya masuk pada kategori Mutlaqul iman (iman yang kurang).
● Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mu’min yang mengikutimu : Tidak ada yang mencukupkanmu dan orang-orang yang mengikutimu melainkan hanya Allah saja. Maka hendaklah kamu dan orang-orang yang mengikutimu hanya bertawakal kepada Allah saja.
Dalil Keempat
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. (QS. Ath-Thala : 3).
● Allah akan mencukupkan keperluannya dan memudahkan urusannya. Walaupun kadang gangguan dan rintangan datang menghadang. Akan tetapi sesungguhnya Allah akan mencukupinya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling bertawakal kepada Allah, bersamaan dengan itu beliau pun tetap mendapatkan gangguan dan rintangan, meskipun hal itu tidak memudharotkannya.
● Pemahaman terbalik dari ayat di atas adalah bahwa yang tidak bertawakal kepada Allah akan dihinakan dan Allah berlepas diri darinya.
Dalil Kelima
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ﭭ قَالَ: «حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ؛ قَالَهَا إِبْرَاهِيمُ ﷺ حِينَ أُلْقِيَ فِي النَّارِ، وَقَالَهَا مُحَمَّدٌ ﷺ حِينَ قَالُوا }إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُواْ لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَاناً وَقَالُواْ حَسْبُنَا اللّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ{ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
Dari Ibnu Abbas radhi Allahu anhuma, ia berkata : (Cukuplah Allah bagi kami, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung) Kalimat ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim saat beliau dicampakkan ke dalam kobaran api, dan diucapkan pula oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di saat ada yang berkata kepada beliau : “Sesungguhnya orang-orang Quraisy telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, tetapi perkataan itu malah menambah keimanan beliau …” (QS. Ali Imran, 173). (HR. Bukhari).
● Kisah ini disebutkan dalam Alqur’an yaitu ketika Abu Sufyan pulang dari perang Uhud dan ingin kembali kepada nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya untuk menghabisi mereka semua. Di tengah jalan ia bertemu dengan rombangan manusia yang hendak ke Madinah. Abu Sufyan bertanya: “Hendak kemana kalian pergi?” Mereka berkata: “ke Madinah”, Abu Sufyan berkata: “sampaikan kepada Muhammad dan para sahabatnya bahwa saya akan kembali kepada mereka dan menghabisi mereka semua. Ketika rombangan tersebut tiba di Madinah, mereka kemudian menyampaikan pesan Abu Sufyan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan orang yang bersamanya berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung” (QS. Ali Imran, 173).
Kemudian sekitar 70 orang berangkat keluar hingga sampai di Hamraul Asad. Namun Abu Sufyan merubah kembali pikirannya dan meneruskan perjalananya ke Mekah. Ini merupakan bentuk perlindungan Allah ta’ala kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya ketika mereka hanya bersandar kepada-Nya.
Catatan
● Perkataan bahwa Ibnu Abbas radhi Allahu anhuma meriwayatkan dari Bani Israil merupakan sesuatu yang sudah masyhur dari ulama musthalah. Akan tetapi, ini perlu ditinjau lagi, karena Ibnu Abbas sendiri adalah orang yang mengingkari riwayat dari Bani Israail.
● Kabar yang datang dari Bani Israil apakah kita benarkan atau tidak?
1. Kita benarkan kalau syariat kita membenarkannya.
2. Kita mendustakannya kalau syariat kita mendustakannya.
3. Kita diamkan kalau tidak ada dari syariat kita yang mendustakan dan membenarkannya.
Al-Massail (perkara-Perkara)
1. Tawakkal itu termasuk kewajiban. (Karena Allah Menggantungkan iman dengannya).
2. Tawakkal itu termasuk syarat-syarat keimanan.
3. Penjelasan ayat dalam surat Al-Anfaal. (Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka). (QS. Al-Anfaal 2-3).
4. Penjelasan ayat “Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mu’min yang mengikutimu”. (QS. Al-Anfaai : 64).
5. Tafsir ayat dalam surat Ath-Thalaq. (Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya). (QS. Ath-Thala : 3).
6. Kalimatحسبنا الله ونعم الوكيل mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena telah diucapkan oleh Nabi Ibrahim alaihi salam dan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam ketika dalam situasi yang sulit sekali.
Dalam pembahasan bertambahnya iman, bahwa ketika dalam situasi genting seharusnya seorang muslim bertawakal kepada Allah disertai dengan mengambil sebab . Dan bahwa mengikuti nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam disertai dengan keimanan merupakan sebab yang dengannya Allah akan memberikan kecukupan kepada seorang hamba.
[34] Bab Firman Allah:
[34] Bab Firman Allah:
أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS. Al-A’roof: 99).
● Di antara kandungan bab ini bahwa merasa aman dari makar Allah dan berputus asa dari rahmat-Nya merupakan dua hal yang saling berlawanan yang tidak dipebolehkan dalam Islam. Penulis hendak menjelaskan bahwa yang berjalan menuju Allah harus memadukan antara rasa takut dan harapan.
● Kita dapat mengambil manfaat dari Ayat :
1. Hendakalah seorang hamba terus mawas diri dari nikmat yang Allah berikan kepadanya, jangan sampai nikmat tersebut menjadi istidraj bagi dirinya.
2. Haramnya merasa aman dari makar Allah ta’ala.
Dalil Kedua
قَالَ وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِ إِلاَّ الضَّآلُّونَ ﴿٥٦﴾
. Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat (QS. Al-Hijr : 56)..
● Maknanya adalah tidaklah seseorang berputus asa dari rahmat Allah melainkan orang yang telah kehilangan hidayah, tersesat, yang dia tidak tahu apa yang wajib bagi Allah. Padahal Allah sangat dekat dengan yang mau berubah. Berputus asa dari rahamat Allah tidak diperbolehkan sama sekali, karena ini sama saja berprasangka buruk kepada Allah, ditinjau dari dua sisi:
1. Menyederai kamahamampuan Allah ta’ala, sebab orang yang mengetahui bahwa Allah Maha Mampu atas segala sesuatu maka ia tidak akan menjauhkan perkara apa pun dari Allah ta’ala.
2. Menyederai rahmat Allah, sebab orang yang mengetahui bahwa Allah Maha Penyayang, maka ia tidak akan meresa rahmat Allah jauh darinya.
Dalil Ketiga
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ﭭ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ سُئِلَ عَنِ الْكَبَائِرِ؛ فَقَالَ: «الشِّـرْكُ بِاللهِ، وَالْيَأْسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ، وَالأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللهِ».
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ketika ditanya tentang dosa-dosa besar, beliau menjawab : “Yaitu : syirik kepada Allah, berputus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar Allah”.
Dalil Keempat
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: «أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ: الإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَالأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللهِ، وَالْقُنُوطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ، وَالْيَأْسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ»، رَوَاهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ.
“Dosa besar yang paling besar adalah : menyekutukan Allah, merasa aman dari siksa Allah, berputus harapan dari rahmat Allah, dan berputus asa dari pertolongan Allah” (HR. Abdur Razzaq).
HR. Abdur Razzaq).
● “Menyekutukan Allah” : Maksudnya adalah syirik besar dan syirik kecil. Syirik kecil lebih besar dosanya dari pada dosa besar.
● “Merasa aman dari makar Allah” : Dia bermaksiat kepada Allah dengan nikmat yang terus diberikan kepadanya. Padahal inilah yang namanya istidraj.
● “Berputus harapan dari rahmat Allah” : Merasa jauh dari rahmat Allah dan merasa jauh dari mendapatkan apa yang dicari.
● “Berputus asa dari pertolongan Allah” : Dia merasa jauh untuk dihilangkan darinya yang tidak disukainya.
Kesimpulan:
Bahwa yang berjalan menuju Allah akan menimpanya dua rintangan, yaitu merasa aman dari makar Allah dan berputus asa dari rahmat-Nya. Apabila ia ditimpa mudhorot atau luput darinya apa yang disukainya, kamu akan mendapati orang ini, bila Allah tidak membantunya, akan menguasainya berputus asa dan merasa dijauhkan dari jalan keluar serta tidak berusaha mencari sebab. Adapun aman dari makar Allah, kita akan dapatkan seorang hamba senantiasa berada dalam maksiat sementara nikmat Allah terus menyertainya. Ia merasa terus berada di atas kebenaran sehingga terus berada di atas kebatilannya. Maka tidak diragukan lagi inilah yang namnya istidroj.
Al-Masaail (Perkara-Perkara)
1. Penjelasan ayat dalam surat Al-A’roof. (Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah yang tidak terduga-duga?). (QS. Al-A’roof: 99).
2. Penjelasan ayat dalam surat Al-Hijr. (Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat). (QS. Al-Hijr : 56).
3. Ancaman yang keras terhadap orang yang merasa aman dari makar Allah. (Dan itu merupakan dosa besar).
4. Ancaman keras terhadap yang berputus harapan dari rahmat Allah ta’ala.
[35] Bab Termasuk Keimanan Kepada Allah Sabar Terhadap Takdir-Nya
Daili Pertama
Allah berfirman:
وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. (QS. Athaghabun 11).
قَالَ عَلْقَمَةُ: (هُوَ الرَّجُلُ تُصِيبُهُ الْـمُصِيبَةُ فَيَعْلَمُ أَنَّهَا مِنْ عِنْدِ اللهِ؛ فَيَرْضَى وَيُسَلِّمُ).
Imam Al-Qomahberkata : “Dia adalah seseorang yang tertimpa musibah, kemudian ia meyakini bahwa itu semua dari Allah, maka ia pun ridho dan pasrah (atas takdir-Nya).
● “Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya” : Allah akan menganugrahkan kepadanya ketenangan hati, dan apabila hatinya telah mendapat petunjuk maka anggota badannya pun akan mendapatkan petunjuk.
Dalil Kedua
وَفِي «صَحِيحِ مُسْلِمٍ» عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ﭬ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «اثْنَتَانِ فِي النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌ: الطَّعْنُ فِي النَّسَبِ، وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْـمَيِّتِ».
Diriwayatkan dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Ada dua perkara yang masih dilakukan oleh manusia, yang kedua-duanya merupakan bentuk kekufuran : mencela garis keturunan, dan meratapi orang mati”.
● “Mencela garis keturunan” : Menyebutkan aibnya, ini merupakan salah satu perbuatannya orang-orang kafir.
● “An-Niyahah (meratapi si mayit) : Inilah yang diinginkan penulis dalam hadits ini. Dan niyahah (meratapi orang mati) disebabkan karena marah.
Dalil Ketiga
وَلَهُمَا عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ مَرْفُوعًا: «لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْـخُدُودَ، وَشَقَّ الْـجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَىَ الْـجَاهِلِيَّةِ».
Diriwayatkan dari imam Bukhori dan Muslim dari Ibnu Mas’ud secara marfu”: “Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek pakaian, dan menyeru dengan seruan orang-orang jahiliyah”.
Daili Keempat
وَعَنْ أَنَسٍ ﭬ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْـخَيْرَ؛ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا
أَرَادَ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ؛ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ».
Diriwayatkan dari Anas radhiallahu’anhu sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Apabila Allah menghendaki kebaikan pada seorang hambanya, maka Dia percepat hukuman baginya di dunia, dan apabila Dia menghendaki keburukan pada seorang hambanya, maka Dia tangguhkan dosanya agar balasannya nanti dipenuhi pada hari kiamat.”(HR. Tirmidzi dan Al Hakim)
● “Menyeru dengan seruan orang-orang jahiliyah” : Setiap seruan yang bersumber dari jahiliyah dan yang semisalnya, seperti merobohkan rumah, memecahkan piring, merusak-rusak makanan dan selainnya dari perkara-perkara yang diperbuat oleh sebagian orang ketika musibah menimpanya.
● “Apabila Allah menghendaki pada seorang hambanya” : Keburukan tidaklah Allah inginkan pada zatnya sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam:
وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ
Keburukan tidak ada pada dirimu
Allah menghendaki keburukan tersebut karena suatu hikmah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kebaikan dari keburukan tersebut ditinjau dari hikmah yang terkandung di dalamnya.
● Tujuan dari hadits adalah sebagai hiburan bagi orang yang tertimpa musibah agar jangan bersedih. Karena kadang musibah tersebut malah berbuah kebaikan baginya, sebab azab di dunia lebih ringan daripada azab di akhirat. Maka hendaklah dia memuji Allah karena Allah tidak mengakhirkan musibahnya hingga diakhirat kelak.
Dalil Kelima
وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «إِنَّ عِظَمَ الْـجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ؛ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ»، حَسَّنَهُ التِّرْمِذِيُّ.
Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya besarnya balasan itu sesuai dengan besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala jika mencintai suatu kaum, maka Ia akan mengujinya, barang siapa yang ridho akan ujian itu maka baginya keridhoan Allah, dan barang siapa yang marah/benci terhadap ujian tersebut, maka baginya kemurkaan Allah” (Hadits hasan menurut Imam Turmudzi).
Faedah-faedah dari hadits
1. Semakin besar musibah yang menimpa seorang hamba dan ia bersabar maka balasannya semakin besar pula.
2. Apabila Allah mencintai seorang hamba maka Allah akan menguji mereka dengan takdir atau ketetapan Allah secara kauni atau syar’i.
3. Penetapan sifat cinta, marah dan ridha bagi Allah ta’ala, tapi tidak beleh mebagaimanakan dan mempermisalkan sifat-sifat tersebut dengan makhluknya.
Al-Massail (Perkara-Perkara)
1 Penjelasan firman Allah dalam surat At-Taghabun. (Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya). (QS. Athaghabun 11).
2. Bahwa ini termasuk keimanan kepada Allah. (Bersabar atas takdir Allah).
3. Mencela garis keturunan. (Menyebutkan aibnya, dan ini termasuk kfur kecil).
4. Ancaman keras bagi orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek baju, dan menyeru kepada seruan jahiliah. (Karena nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam berlepas diri darinya).
5. Tanda apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hambaNya. (Allah segerakan hukumannya di dunia).
6. Tanda apabila Allah menghendaki keburukan kepada hamba-Nya. (Allah akhirkan hukumannya di akhirat).
7. Tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya. (Allah menurunkan musibah kepadanya).
8. Haramnya marah. (Dari ujian musibah yang Allah takdirkan).
9. Pahala bagi orang yang ridho dengan musibah yang menimpanya. (Keridhaan Allah kepada seorang hamba).
[36] Bab Tentang Riya
Dalil Pertama
Allah berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً ﴿١١٠﴾
Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan-Nya dengan seorang pun. (QS. Al-Kahfi- 110 ).
Dalil Kedua
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مَرْفُوعًا: «قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ مَعِي فِيهِ غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ»، رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu secara marfu’ : Allah subhanahu wata’ala berfirman : “Aku adalah Zat yang yang paling tidak butuh disekutukan . Barang siapa yang mengerjakan amal perbuatan yang dia campuri dengan menyekutukan-Ku bersama selain-Ku di dalamnya, maka Aku tinggalkan ia bersama perbuatan syiriknya itu” (HR. Muslim).
Dalil Ketiga
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَرْفُوعًا: «أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنَ الْـمَسِيحِ الدَّجَّالِ؟» قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: «الشِّرْكُ الْـخَفِيُّ؛ يَقُومُ الرَّجُلُ فَيُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ؛ لِـمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ»، رَوَاهُ أَحْمَدُ.
Diriwayatkan dari Abu Said radhiallahu’anhu dalam hadits marfu’ bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu yang lebih aku khawatirkan terhadap kalian melabihi Almasih Addajjal?”, para sahabat menjawab : “baik, ya Rasulullah.”, kemudian Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “syirik yang tersembunyi, yaitu ketika seseorang berdiri melakukan sholat, ia kemudian memperindah sholatnya itu karena mengetahui ada orang lain yang melihatnya” (HR. Ahmad).
● “Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia” : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diperintah untuk memberitahukan kepada manusia bahwa beliau adalah manusia biasa. Dan sifat ini kemudian dipertegas lagi dengan kata “seperti kamu”. Akan tetapi beliau adalah manusia yang diturunkan wahyu yang wajib untuk ditaati. Tetapi bukan pula untuk diibadahi, karena menyebahnya adalah perbuatan yang diharamkan.
● “Perjumpaan dengan Tuhannya” : Perjumpaan yang diridhai dan dipenuhi kenikmatan hanya dikhususkan bagi orang-orang yang beriman. Dan terkandung di dalamnya melihat Allah pada hari kamat kelak.
● “Amal yang shaleh” : Murni dan benar (ikhlas dan meneladani Rasulullah).
● “Saya paling tidak butuh” ada dua makna:
1. Batilnya suatu amalan yang diiringi oleh riya, ini menunjukan haramnya sifat riya.
2. Penjelasan ketidakbutuhan Allah kepada makhluk dan betapa besarnya hak-Nya, bahwa tidak boleh bagi seorang pun untuk mempersekutukan Allah dengan siapa pun juga.
● “Almasih Addajjal” : Mata kanannya terhapus penglihatannya, dimana dia termasuk kuturunan anak adam yang pendusta.
Mengapa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sangat khawatir atas sahabatnya dari riya melebihi ketakuatannya terhadap Dajjal?
1. Karena fitnah Dajjal sangat jelas sementara fitnah riya tersembunyi, sehingga untuk terbebas dari riya sangat susah sekali.
2. Karena fitnah Dajjal hanya terbatas pada akhir zaman sementara fitnah riya dapat terjadi di setiap waktu.
Syirik ada dua macam
1. Khafi (Tersembunyi) yaitu yang terdapat pada hati, seperti riya. Yang ini dinamakan dengan syirik sarooir.
2. Jali (nampak, yaitu yang tejadi dengan ucapan, seperti bersumpah dengan nama selain Allah atau dengan pebuatan seperti membungkukan badan kepada selain Allah ta’ala.
Apakah obat dari riya?
1. Mengagungkan Allah dengan mempelajari tauhid dan mengamalkannya, karena kapan seorang hamba mengagungkan Allah maka ia tidak akan perduli dengan siapa pun juga.
2. Jangan meninggalkan amal karena takut terjatuh kepada riya. Sebab apabila setan tidak mampu menjatuhkanmu kepada riya maka ia berusaha menjatuhkanmu kepada takut dari selain Allah.
3. Berdoa.
4. Menyembunyikan amalan kalau dikhawatikan dapat menjerumuskan kepada riya.
5. Ziyarah kekuburan dengan ziyarah yang disyariatkan, karena itu dapat mengingatkan kepada akhirat, sementara riya menggantungkan seseorang kepada dunia.
Al-Massail (Perkara-Perkara)
1. Penjelasan tentang ayat dalam surat Al-Kahfi. {Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku…}. (QS. Al-Kahfi- 110 ).
2. Masalah yang penting sekali, tertolaknya amalan shaleh apabila dicampuri dengan sesuatu untuk selain Allah ta’ala.
3. Penyebutan sebab mengapa Allah tidak menerima amalan seperti itu, karena Allah sangat sempurna kekayaannya.
4. Sebab yang lain adalah karena Allah subhanahu wata’ala adalah sekutu yang terbaik.
5. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sangat khawatir apabila sahabatnya terjatuh kepada riya’. (Orang yang setelah mereka tentu lebih utama).
6. Rasulullah mentafsirkan riya dengan bahwa seseorang mengerjakan shalat untuk Allah namun ia perindah karena dia melihat ada orang yang memperhatikannya. (Demikian pula ucapan-ucapan yang diperindah).
[37] Bab Termasuk Syirik Jika Motivasi Seseorang Beramal Demi Kepentingan Duniawi (Syirik Kecil)
● Bab ini bukan berkaitan dengan orang yang menghendaki agar dipuji dalam ibadahnya dan bukan pula untuk riya. Dia tetap mengiklaskan ibadahnya untuk Allah, namun ia juga mengiginkan dunia dari amalannya, seperti harta, kedudukan, kesehatan pada badannya dan yang semisal dari itu. Bersamaan dengan itu, ia lalai untuk mendapatkan balasan di akhirat.
● Tidak mengapa seseorang berdoa dalam shalatnya dan meminta kepada Allah agar diberi rezki berupa harta. Namun tidak boleh ia shalat demi itu, sebab ini merupakan derajat yang sangat hina, yaitu menghendaki dunia dengan amalan akhirat.
● Catatan : Sebagian orang ketika berbicara tentang faedah-faedah dari ibadah mereka berusaha memindahkannya kepada faedah-faedah dunia. Seharusnya jangan menjadikan faedah-faedah dunia menjadi asal utama.
● Bab ini lebih berbahaya dari riya, sebab riya boleh jadi hanya datang pada shalat tertentu saja misalnya, adapun menghendaki dunia dengan amalan akhirat maka bahayanya bisa menjalar pada seluruh ibadah.
● Bagaimana kita mengetahui tolak ukur kalau seseorang itu menghendaki dunia atau akhirat? Yaitu “kalau diberi dia ridha dan kalau tidak diberi dia marah”.
● Peringatan: Sebagian orang kalau hari-hari ujian, ia ikhlas dalam beribadah, tetapi kalau sudah nampak hasil pengumuman ia kemudian meninggalkan ibadahnya.
Dalil Pertama
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَ يُبْخَسُونَ ﴿١٥﴾ أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ ﴿١٦﴾
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan? (QS. Huud : 15-16).
● Ayat di atas dikhususkan dengan firman Allah:
مَّن كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاء لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُوماً مَّدْحُوراً
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki lalu Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (QS. Al-Isroo : 18).
Jadi perkaranya dikembalikan kepada kehendak Allah dan bagi orang yang Dia kehendaki.
Dalil Kedua
فِي الصَّحِيحِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ، تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ، تَعِسَ عَبْدُ الْـخَمِيصَةِ، تَعِسَ عَبْدُ الْـخَمِيلَةِ، إِنْ أُعْطِي رَضِيَ، وِإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ، تَعِسَ وَانْتَكَسَ، وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ، طُوبَى لِعَبْدٍ آخِذٍ بِعِنَانِ فَرَسِهِ فِي سَبِيلِ اللهِ، أَشْعَثَ رَأْسُهُ، مُغْبَرَّةٍ قَدَمَاهُ، إِنْ كَانَ فِي الْحِرَاسَةِ كَانَ فِي الْحِرَاسَةِ، وَإِنْ كَانَ فِي السَّاقَةِ كَانَ فِي السَّاقَةِ، إِنِ اسْتَأْذَنَ لَمْ يُؤْذَنْ لَهُ، وَإِنْ شَفَعَ لَمْ يُشَفَّعْ».
Dalam hadits shohih dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Celaka hamba dinar, celaka hamba dirham, celaka hamba khomishoh, celaka hamba khomilah, jika diberi ia senang, dan jika tidak diberi ia marah, celakalah dan tersungkurlah, apabila terkena duri semoga ia tidak bisa mencabutnya, berbahagialah seorang hamba yang memacu kudanya (berjihad dijalan Allah), dengan kusut rambutnya, dan berdebu kedua kakinya, bila ia ditugaskan sebagai penjaga, dia setia berada di pos penjagaan, dan bila ditugaskan digaris belakang, dia akan tetap setia digaris belakang, jika ia minta izin tidak diperkenankan, dan jika bertindak sebagai pemberi syafa’at maka syafaatnya tidak diterima”.
● تَعِسَ : Menjadi miskin dan rugi.
● “Hamba dinar” : mata uang dari emas, dinamakan hamba dinar karena dia bergantung kepadanya sebagaimana ketergantungan seorang hamba kepada Tuhannya. Bahkan dia menjadikannya sebagai tujuan dan obsesi utamanya sehingga ia lebih dahulakan daripada ketaatanyna kepada Allah ta’ala.
● Dirham : Mata uang dari perak.
● Hamba khamisha dan hamba khamilah : Yang lebih memperhatikan tampangnya dan pakaiannya.
● Jika diberi dia ridha : Dia tidak ridha keculi dengan harta dan ia tidak marah melainkan karenanya. Sebab itu dia dinamakan hamba dinar atau hamba dirham.
● وَانْتَكَسَ : Perkaranya berbalik dari apa yang dia ingingkan, sebab perkaranya menjadi susah dan tidak mudah baginya.
● وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ : Apabila dia tertusuk duri maka dia tidak bisa melepaskannya.
● طُوبَى : Keadaan yang paling baik untuk orang ini. Ada yang mengatakan ini adalah pohon yang ada di surga. Makna yang pertama lebih umum.
● Di jalan Allah : Batasannya adalah berperang karena untuk menegakan kalimat Allah, bukan karena kesukuan atau karena nasionalis kepada Negara.
● Kusut rambutnya : disebabkan debu ketika berperang di jalan Allah. Dia tidak perduli dengan keadaannya dan badannya selama itu timbul karena ketaatan kepada Allah.
● Berdebu kedua kakinya : berdebu karena berjihad di jalan Allah. Atsar (bekas) yang timbul karena ibadah yang itu tidak dibuat-buat hingga menyulitkan maka hal itu diberi pahala. Rasululah bersabda: “Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma parfum”.
● السَّاقَةِ : Berada dibelakang pasukan. Baik berada di pos penjagaan atau berada di belakang pasukan, itu tidak penting baginya. Jadi keadaan orang ini:
1. Dia tidak pusing dengan penempatannya dalam perang dan ia tidak perduli dengan posisi yang tinggi sebagaimana pemimpin pasukan.
2. Apabila dia di pos penjagaan maka ia tunaikan tugasnya, demikan pula bila berada dibelakang pasukan.
● Apabila dia minta izin : Dia tidak punya kedudukan, kemuliaan dan posisi yang tinggi di mata manusia, beda halnya di sisi Allah.
● Intinya bahwa di antara manusia ada yang menyembah dunia, yang dia marah karenanya. Pada hadits di atas manusia dapat dibagi menjadi:
1. Tidak ada obsesinya dan kepentingannya melainkan hanya dunia semata, dengan meraih harta benda atau memperindah tampangnya. Harta dan kemewahan pada badannya telah memperbudak hatinya dan melalaikannya dari zikir dan ibadahnnya kepada Allah. Sehingga perkaranya berbalik tidak menguntungkannya dan dia tidak bisa terbebas dari rasa sakit.
2. Obsesi utamanya adalah akhirat, dia berusaha mendapatkannya dengan kesusahan yang paling tinggi,yaitu berjihad di jalan Allah. Bersamaan dengan itu, ia menunaikan apa yang
menjadi kewajibannya sebaik-baiknya. Yang terpenting baginya adalah kebaikan dan memberi syafaat kepada manusia yang lainnya.
Al-Masaail (Perkara-Perkara)
1. Adanya manusia yang mengiginkan dunia dengan amalan akhirat.
2. Penjelasan firman Allah Ta’ala dalan surat Hud. (Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya…)(QS. Huud : 15).
3. Adanya sebagian kaum muslimin yang menjadi hamba dinar, dirham dan khamishah.
4. Tandanya apabila diberi ia senang, dan apabila tidak diberi ia marah.
5. Ucapan Rasulullah “celakalah dan tersungkurlah”. (Memungkinkan hanya sebagai kabar dari beliau atau doa beliau atas mereka).
6. Ucapan Rasulullah “jika terkena duri semoga ia tidak bisa mencabutnya”. (Memungkinkan hanya sebagai kabar dari beliau atau doa beliau atas mereka).
7. Pujian dan sanjungan untuk mujahid yang memiliki sifat-sifat sebagaimana yang disebut dalam hadits. (Dialah yang pantas untuk dipuji dan disanjung, bukan pemilik dinar dan dirham atau pemangku jabatan yang tinggi).
[38] Bab Barang Siapa yang Mentaati Ulama dan Pemimpin Dalam Mengharamkan Apa yang Dihalalkan Allah dan Menghalalkan yang Diharamkan Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah Menjadikan Mereka Sebagai Sesembahan
(Syirik Dalam Ketaatan)
Dalil Pertama
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: «يُوشِكُ أَنْ تَنْزِلَ عَلَيْكُمْ حِجَارَةٌ مِنَ السَّمَاءِ، أَقُولُ: قَالَ رَسُولُ ﷺ، وَتَقُولُونَ: قَالَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ!».
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu berkata : “hampir-hampir hujan batu dari langit diturunkan kepada kalian, aku mengatakan : “Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda”, tetapi kalian malah mengatakan : “Abu Bakar dan Umar berkata”.”
Dalil Kedua
وَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: «عَجِبْتُ لِقَوْمٍ عَرَفُوا الإِسْنَادَ وَصِحَّتَهُ؛ يَذْهَبُونَ إِلَى رَأْيِ سُفْيَانَ، وَاللهُ تَعَالَى يَقُولُ:﴿ فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴾، أَتَدْرِي مَا الْفِتْنَةُ؟ الْفِتْنَةُ الشِّـرْكُ؛ لَعَلَّهُ إِذَا رَدَّ بَعْضَ قَوْلِهِ أَنْ يَقَعَ فِي قَلْبِهِ شَيْءٌ مِنَ الزَّيْغِ فَيَهْلِكَ».
Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan : “Aku merasa heran pada orang-orang yang tahu tentang isnad hadits dan keshahehannya, tetapi mereka menjadikan pendapat Sufyan sebagai acuannya, padahal Allah subhanahu wata’ala telah berfirman : {Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa siksa yang pedih}” (QS. An Nur, 63).
Tahukah kamu apakah yang dimaksud dengan fitnah itu ? fitnah itu adalah syirik, bisa jadi apabila ia menolak sabda Nabi akan terjadi dalam hatinya penyimpangan sehingga celakalah dia”.
● Abu Bakar dan umar berkata! Tidak pernah didapatkan dari Abu Bakar dan Umar, mereka berdua menyelisi nas dengan pemikiran mereka.
● {Mereka menyelisihi perintah-Nya} : Mereka berpaling dari perintah-Nya karena enggan untuk mengerjakannya atau karena kurang perhatian darinya.
Dalil Ketiga
عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ؛ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ ﷺ يَقْرَأُ هَذِهِ الآيَةَ: } اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ { الآيَة، قَالَ: فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّا لَسْنَا نَعْبُدُهُمْ، قَالَ: «أَلَيْسَ يُحَرِّمُونَ مَا أَحَلَّ اللهُ فَتُحَرِّمُونَهُ، وَيُحِلُّونَ مَا حَرَّمَ اللهُ فَتُحِلُّونَهُ؟»، فَقُلْتُ: بَلَى، قَالَ: «فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ»، رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ.
Diriwayatkan dari ‘Ady bin Hatim bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam membaca firman Allah Subhanahu wata’ala :
“Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah…”(QS. Al Bara’ah, 31),
Maka saya berkata kepada beliau : “Sungguh kami tidaklah menyembah mereka”. Beliau bersabda : “Bukankah mereka mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah, lalu kalian pun mengharamkanya dan bukankah mereka itu menghalalkan apa yang diharamkan Allah, lalu kalian menghalalkannya ?”, Aku menjawab : ya, maka beliau bersabda : “itulah bentuk penyembahan kalian kepada mereka.” (HR. Imam Ahmad dan At Tirmidzi dengan menyatakan hasan).
● { أَحْبَارَهُمْ} : Orang yang berilmu dengan ilmu yang sangat luas.
● {رُهْبَانَهُم} : Orang yang suka beribadah lagi zuhud.
● (Sungguh kami tidaklah menyembah mereka) : Kami tidak sujud, tidak ruku, tidak menyembelih dan tidak bernazar untuk mereka. Namun kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalamm menjelasakan bahwa makna ibadah di sini adalah ketaatan kepada mereka, yaitu ibadah muqayyadah.
Al-Masaail (Perkara-Perkara)
1. Penjelasan ayat An-Nuur {Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa siksa yang pedih}” (QS. An Nur, 63).
2. Penjelasan ayat barooah {Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah…}”(QS. Al Bara’ah, 31).
3. Perlunya memperhatikan makna ibadah yang telah diingkari oleh ‘Adi bin Haatim. (menyembah mereka dengan mentaati mereka).
4. Pemberian contoh kasus yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas dengan menyebut nama Abu Bakar dan Umar. Demikian pula dengan yang dikemukakan oleh imam Ahmad bin Hanbal dengan menyebut nama Sufyan.
5. Perubahan keadaan hingga mencapai seperti ini, sampai-sampai kebanyakan mereka menjadikan penyembahan kepada pendeta-pendeta sebagai amalan yang paling afdhal dan menamkan mereka sebagai wali. Penyembahan kepada Al-Ahbar itu disebabkan karena ilmu dan fikih mereka. Kemudian keadaannya berubah sampai kepada menyembah orang-orang
yang tidak shaleh dan orang-orang jahil. (Maka wajib bagi kita untuk terus berhati-hati dan mengetahui bahwa wajib bagi kita untuk menjaga dan melindungi syariat Allah. Tidak boleh seseorang ditaati dalam menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah.
[39] Bab Firman Allah:
[39] Bab Firman Allah:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُواْ إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُواْ أَن يَكْفُرُواْ بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيداً ﴿٦٠﴾
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu, dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada Thoghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Thoghut itu, dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS. An Nisa, 60).
● Bab ini memiliki korelasi yang sangat kuat dengan yang sebelumnya. Sebab pada bab sebelumnya berbicara tentang hukum bagi mereka yang mentaati para ulama dan pemimpin dalam menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan dalam mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, sedangkan pada bab ini berbicara tentang pengingkaran terhadap yang ingin berhukum kepada selain Allah.
● { Tidakkah kamu memperhatikan }: Bentuk pertanyaan, yang diinginkan darinya adalah penetapan dan mengungkapkan keanehan dari perkara mereka. Seruan ini diarahkan kepada nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
● {orang-orang yang mengaku dirinya} : Allah tidak mengatkan (orang-orang yang beriman), sebab mereka belum beriman, meskipun mereka sendiri mengaku telah beriman. Padahal kenyataannya mereka berdusta.
● { Setan bermaksud menyesatkan mereka} : Kata jenis yang masuk di dalamnya setan dari jin dan manusia.
● { Menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya} : Menempatkan mereka dalam kesesatan yang sangat jauh dari kebenaran dengan cara tadarrudj (bertahap).
● {Kamu melihat orang-orang munafik} : Menyebutkan nama mereka pada tempat yang seharusnya disembunyikan, untuk tiga faedah:
1. Mereka yang mengaku dirinya sebagai orang-orang yang beriman adalah kaum munafik.
2. Bahwa hal semacam ini tidak akan muncul kecuali dari seorang yang menafik. Sebab seorang mu’min akan tunduk dengan tanpa membantah.
3. Sebagai peringatan, karena pembicaraan yang dibawakan dengan satu alur kadang membuat lalai namun apabila redaksinya dirubah, maka seseorang akan perhatian.
● Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “ayat ini sangat tepat sekali untuk diterapkan kepada ahli tahrif dan ahli ta’wil sifat-sifat Allah. Sebab mereka mengatakan: bahwa mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, namun ketika dikatakan kepada mereka: “kemarilah kalian terhadap apa yang Allah turunkan dan kepada Rasul-Nya, mereka berpaling dan membantah. Mereka mengatakan: “Kami akan pergi kepada fulan dan si fulan”. Katika mereka dibantah, mereka akan mengatakan : “kami tidak menginginkan
melainkan kebaikan dan taufik serta ingin menggabungkan dalil-dalil akal dan dalil-dalil dari Alqur’an dan sunnah”.
Dalil Kedua
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ قَالُواْ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ ﴿١١﴾
Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS. Al-Baqoroh : 11).
Dalil Ketiga
وَلاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya (QS. Al-A’roof : 56).
Dalil Keempat
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْماً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ ﴿٥٠﴾
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al Maidah, 50)
● {Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi} : Membuat kerusakan di muka bumi ada dua makna:
1. Merusak dalam bentuk benda dan fisiknya, seperti menghancurkan bangunan-bangunan dan merusak jalan-jalan.
2. Merusak secara maknawi, yaitu dengan maksiat-maksiat, dan ini merupkan bentuk pengrusakan yang sangat besar di muka bumi.
● { Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan } : Pengakuan ini merupakan pengakuan yang sangat batil. Allah kemudian membantah pengakuan mereka ini dengan bantahan yang sangat keras, bahwa mereka yang merusak di muka bumi dan mengaku mengadakan perbaikan merekalah para perusak sejati bukan selain mereka.
● { Sesudah memperbaikinya }: dari mereka yang memperbaikinya. Di antara pengrusakan itu pula adalah penghadangan untuk melawan da’wahnya orang-orang yang berilmu, da’wah yang mengikuti para salaf dan orang-orang yang berhukum dengan syariat Islam.
● {Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki?}: Pertanyaan di sini adalah untuk taubikh (celaan), yakni : apakah mereka tidak menginginkan kecuali hukum jahiliyah? Jahiliyah di sini dapat dimaknai dengan dua makna: [1] sebelum datangnya risalah. [2] Atau yang dibangun di atas kejahilan.
● {Siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?} : Tentunya tidak ada sesuatu apa pun yang lebih baik dari hukum Allah. Ini adalah bentuk pertanyaan yang bermakna penantangan.
Dalil Kelima
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ»، قَالَ النَّوَوِيُّ: (حَدِيثٌ صَحِيحٌ، رَوَيْنَاهُ فِي «كِتَابِ الْـحُجَّةِ» بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amri radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Tidaklah beriman salah seseorang di antara kalian, sampai hawa nafsuhnya mengikuti apa yang telah aku bawa” (Imam Nawawi menyatakan hadits ini shoheh).
Dalil Keenam
وَقَالَ الشَّعْبِيُّ: كَانَ بَيْنَ رَجُلٍ مِنَ الْـمُنَافِقِينَ وَرَجُلٍ مِنَ الْيَهُودِ خُصُومَةٌ، فَقَالَ الْيَهُودِيُّ: نَتَحَاكَمُ إِلَى مُحَمَّدٍ؛ عَرَفَ أَنَّهُ لَا يَأْخُذُ الرِّشْوَةَ، وَقَالَ الْـمُنَافِقُ: نَتَحَاكَمُ إِلَى الْيَهُودِ؛ لِعِلْمِهِ أَنَّهُمْ يَأْخُذُونَ الرِّشْوَةَ، فَاتَّفَقَا أَنْ يَأْتِيَا كَاهِنًا فِي جُهَيْنَةَ؛ فَيَتَحَاكَمَا إِلَيْهِ؛ فَنَزَلَتْ: } أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِك {الآيَةَ.
وَقِيلَ: نَزَلَتْ فِي رَجُلَيْنِ اخْتَصَمَا، فَقَالَ أَحَدُهُمْ: نَتَرَافَعُ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ، وَقَالَ الآخَرُ: إِلَى كَعْبِ بْنِ الأَشْرَفِ، ثُمَّ تَرَافَعَا إِلَى عُمَرَ، فَذَكَرَ لَهُ أَحَدُهُمَا الْقِصَّةَ، فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يَرْضَ بِرَسُولِ اللهِ ﷺ: أَكَذَلِكَ؟ قَالَ: نَعَمْ؛ فَضَـرَبَهُ بِالسَّيْفِ فَقَتَلَهُ.
As-Sya’by menuturkan : “pernah terjadi pertengkaran antara orang munafik dan orang Yahudi. Orang Yahudi itu berkata : “Mari kita berhakim kepada Muhammad”, karena ia mengetahui bahwa beliau tidak menerima suap. Sedangkan orang munafik tadi berkata : “Mari kita berhakim kepada orang Yahudi”, karena ia tahu bahwa mereka mau menerima suap. Maka bersepakatlah keduanya untuk berhakim kepada seorang dukun di Juhainah, maka turunlah ayat : Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu, (QS. An Nisa, 60).
Ada pula yang menyatakan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan dua orang yang bertengkar, salah seorang dari mereka berkata : “Mari kita bersama-sama mengadukannya kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, sedangkan yang lainnya mengatakan mari kita bawa perkara ini kepada Ka’ab bin Asyraf”, kemudian keduanya mengadukan perkara mereka kepada Umar. Salah seorang di antara keduanya menjelaskan kepadanya tentang permasalahan yang terjadi, kemudian Umar bertanya kepada orang yang tidak rela dengan keputusan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “Benarkah demikian ?”, ia menjawab : “Ya, benar”. Umar kemudian memenggal kepala orang ini dengan pedang sehingga orang tersebut meninggal
● “Tidak beriman” : Yaitu dengan iman yang sempurna. Melainkan kalau dia tidak mau sama sekali mengikuti nabi kita maka pada saat itu keimanannya hilang sepenuhnya.
● “Munafik” : Yaitu orang yang menampakan keislaman dan menyembunyikan kekafirannya.
● “Yahudi” : Orang-orang yang menyandarkan diri mereka kepada agama nabi Musa. Alasan mereka dinamakan dengan nama tersebut adalah:
1. Karena mereka mengatakan : (إنَّا هدنا إليك), yang bermakna kami telah kembali kepadamu.
2. Atau karena disandarkan kepada bapak mereka yang bernama Yahudza.
● “Kepada Muhammad shalalahu ‘alaihi wasallam” : Tidak disebutkan dengan sifat risalah, karena mereka tidak beriman dengan risalah pengutusan beliau.
● “Risywah (sogokan)” : Harta yang dipersembahkan kepada seseorang sebagai sarana untuk mendapatkan yang dia inginkan.
Al-Masaail (Perkara-Perkara)
1. Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat An Nisa’, yang di dalamnya terdapat keterangan yang bisa membantu untuk memahami makna Thoghut. (Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu, dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada Thoghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Thoghut itu, dan syetan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.) (QS. An Nisa, 60).
2. Penjelasan tentang ayat yang ada dalam surat Al-Baqarah. Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS. Al-Baqoroh : 11). (Di dalamnya ada dalil bahwa kenifakan adalah kerusakan dimuka bumi, sebab redaksinya berbicacara tentang orang-orang munafik, dan kerusakan mencakup semua maksiat.
3. Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat Al A’raf. (Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya) (QS. Al-A’roof : 56).
4. Penjelasan tentang ayat {Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki…}. (Jahiliyah yaitu setiap yang menyelisihi syariat. Disandarkan kepada Jahiliayah untuk membuat lari darinya dan untuk menjelaskan kejelekannya, bahwa ia dibangun diatas kebodohan dan kesesatan.
5. Penjelasan As-Sya’by tentang sebab turunnya ayat yang pertama (yang terdapat dalam surat An Nisa’).
6. Penjelasan tentang iman yang benar dan iman yang palsu. (Iman yang benar mengharuskan untuk tuduk secara penuh, menerima dan pasrah terhadap hukum Allah dan Rasul-Nya. Sementara iman yang palsu adalah yang menyelisihi ini semua.
7. Kisah Umar dengan orang munafik.
8. Seseorang tidak dikatakan beriman (secara sempurna dan benar) sampai keinginan dirinya mengikuti tuntunan yang dibawa oleh Rasulullah shalalallahu ‘alaihi wasallam..