[8] Bab Tentang Ruqyah dan Tamimah (Jimat)

Mengapa penulis mengatakan Bab “Tentang Ruqyah…” dan tidak mengatakan Bab “Ruqyah Termasuk Kesyirikan” seperti yang beliau sebutkan pada bab sebelumnya?

1. Karena ruqyah (membaca mantra-mantra) ada yang syar’i (sesuai dengan syariat) dan ada juga yang tidak syar’i.

2. Tama’im (jimat-jimat) semuanya merupakan kesyirikan kecuali yang terbuat dari Alqur’an maka ini merupakan sesuatu yang diharamkan saja.

Dalil Pertama:

فِي الصَّحِيحِ عَنْ أَبِي بَشِيرٍ الأَنْصَارِيِّ؛ أَنَّهُ كَانَ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ في بَعْضِ أسْفَارِهِ، فَأَرْسَلَ رَسُولًا: «أَنْ لَا يَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيرٍ قِلَادَةٌ مِنْ وَتَرٍ – أَوْ: قِلَادَةٌ – إِلَّا قُطِعَتْ».

Diriwayatkan dalam hadits shahih dari Abu Basyir Al-Anshori radhi Allahu’anhu bahwa dia pernah bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam suatu perjalanan, lalu Rasulullah mengutus seorang utusan untuk menyampaikan pesan: “Agar tidak terdapat lagi dileher onta kalung dari tali busur panah atau kalung apapun melainkan harus diputuskan.

● “Lalu Rasulullah mengutus” : Untuk mencari tahu keadaan mereka apakah ada yang tidak sesuai dengan syariat.

 Menggantungkan kalung pada leher onta : orang-orang jahiliyah berkeyakinan bahwa itu dapat menolak penyakit ‘ain terhadap onta. Tentunya ini adalah keyakinan yang rusak.

Dalil Kedua

وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ ﭬ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: «إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ». رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ

DariIbnu Mas’ud radhiallahu’anhu, ia berkata : aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah dan Tiwalah adalah syirik.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Dalil Ketiga

وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُكَيْمٍ مَرْفُوعًا: «مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ». رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ.

Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Ukaim secara marfu’: “Barang siapa yang menggantungkan sesuatu (hatinya bergantung kepadanya), maka ia akan dijadikan bergantung kepada sesuatu tersebut”(HR. Ahmad dan At Turmudzi)

● “Sesungguhnya ruqyah” : Yaitu ruqyah (membacakan mantra) yang sudah terbiasa dilakukan di zaman jahiliyah, bukan yang dari syariat.

 “Barang siapa yang menggantungkan sesuatu (hatinya bergantung kepadanya), maka ia akan dijadikan bergantung kepada sesuatu tersebut” : hadits ini menyyebutkan : مَنْ تَعَلَّقَ (yang menggantung sesuatu dan hatinya bergantung padanya), tidak dikatakan: من علّق (barang siapa menggantung sesuatu). Jadi maksud dalam hadits adalah orang tersebut menggantung sesuatu dan hatinya bergantung kepadanya. Barang siapa yang dia bergantung kepada Allah maka Allah mencukupinya sedangkan yang bergantung kepada selain Allah maka akan dihinakan.

● Tidak boleh seseorang menggantungkan hatinya kepada sebab akan tetapi dia  harus menggantungkannya kepada Allah ta’ala. Seorang pegawai yang hatinya bergantung kepada yang memberinya gaji dengan ketergantungan yang sempurna disertai dengan tidak menghadirkan yang membuat sebab (Allah), maka dia telah terjatuh kepada bagian dari syirik. Adapun kalau berkeyakinan bahwa yang memberi dia gaji hanya sebagai sebab dan yang membuat sebab adalah Allah maka ini tidak menafikan tawakal.

● “Barang siapa yang menggulung jenggotnya”: Baik itu karena sombong atau dijadikan sebagai sebab untuk menolak ‘ain.

● Memakai kalung wataro (tali dari urat kambing) yang dipergunakan untuk menolak ‘ain.

● Tulang merupakan makanan para jin adapun kotoran hewan merupakan makanan hewan ternak mereka.

Dalil Kelima

وَعَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: «مَنْ قَطَعَ تَمِيمَةً مِنْ إِنْسَانٍ كَانَ كَعَـِدْلِ رَقَبَةٍ». رَوَاهُ وَكِيعٌ.

Dari Said bin Zubair Radhiallahu’anhu, ia berkata : “Barang siapa yang memotong tamimah dari seseorang maka itu sama dengan memerdekakan seorang budak.” (HR. Wakii’)

Dalil Keenam

وَلَهُ عَنْ إِبْرَاهِيمَ: «كَانُوا يَكْرَهُونَ التَّمَائِمَ كُلَّهَا؛ مِنَ الْقُرْآنِ وَغَيْرِ الْقُرْآنِ».

● “Maka itu sama dengan memerdekakan seorang budak” : Karena dia  telah membebaskannya dari penghambaan kepada setan yang di dalamnya ada kesyirikan, tentunya ini lebih tinggi daripada membebaskannya dari penghambaannya kepada manusia. Akan tetapi, seyogyanya dia putus dengan cara yang terbaik.

[9] Bab Mereka yang Tabarruk (Mencari Berkah) Kepada Pohon dan Sejenisnya

itulah tradisi (orang- orang sebelum kalian) demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian benar-benar telah mangatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa: “Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan, Musa menjawab : “Sungguh kalian adalah kaum yang tidak mengerti (faham), kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian.” (HR. Turmudzi, dan dinyatakan shoheh olehnya).

أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى ●  (Bagaimana pendapat kalian wahai orang-orang musyrik tentang Laata dan Uzza) : Kabarkanlah kepadaku  tentang berhala-berhala ini yang kalian agungkan dan bagaimana keadaannya bila ditinjau dengan ayat-ayat Alqur’an ini? Mereka berkeyakinan bahwa barhala-berhala tersebut dapat memberikan manfaat dan menolak mudhorot bagi mereka. Sebab itu mereka mendatanginya lalu berdoa, menyembelih dan mendekatkan diri kepada mereka.

● اللَّاتَ : Dibaca dengan huruf “ta” yang fathah, yaitu seorang laki-laki yang mengaduk tepung untuk para haji. Namun dapat dibaca pula dengan huruf “ta” yang ditakhfif (disukun), mereka ambil dari salah satu nama Allah untuk menamakan berhala ini,  lalu mereka namakan dengan اللَّاتَ (Allaat).

● وَالْعُزَّى : Diambil dari nama Allah  Al-Aziz.

● وَمَنَاةَ : [1] Diambil dari nama Allah Al-Mannan. [2] Diambil dari kata Mina, disebabkan banyaknya darah yang dialirkan disana (penyembelihan hewan), darinyalah dinamakan Mina.

● “Kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran” : beliau sebutkan sebagai uzur dari permintaan mereka.

● “Menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon tersebut ” untuk mencari berkah.

Dzatu anwath : karena di atas pohon tersebut digantungkan senjata-senjata untuk mencari berkah.

● “Buatkanlah untuk kami dzat anwath sebagaimana mereka memilikinya” : Karena mereka mengetahui bahwa ibadah itu adalah tauqifiyah (harus dari Alqur’an dan sunah) dimana mereka harus mendapatkan izin untuk melakukannya. Karena itu, mereka meminta izin kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Namun Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menolak keras permintaan mereka sehingga mereka tidak terjatuh kepada perbuatan syirik.

● لَتَرْكَبُنَّ : Kalian akan mengerjakan sebagaimana apa yang mereka kerjakan dan mengucapkan apa yang mereka ucapkan. Di dalamnya ada pengabaran dan peringatan keras.

Al-Masaail (Perkara-Perkara)

1. Penjelasan tetang surat An-Najm. (Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza. Dan Manah yang ketiga,?(QS. AN-Najm : 19-20).

2. Mengetahui bentuk perkara yang mereka minta. (Untuk menentang orang-orang kafir bukan untuk menyembahnya).

3. Mereka belum melakukan apa yang mereka minta.

4. Mereka melakukan itu semua untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah, karena mereka beranggapan bahwa Allah menyukai perbuatan itu.

5. Apabila mereka tidak mengerti hal ini, maka selain mereka lebih tidak mengerti lagi. (Maka jangan kita tertipu dengan kebanyakan perbuatan manusia).

6.Mereka memiliki kebaikan-kebaikan dan jaminan maghfirah (untuk diampuni) yang tidak dimiliki oleh orang-orang selain mereka. (Maka tidak boleh menyebut tentang mereka kecuali dengan sebutan-sebutan yang baik; karena mencela mereka sama saja mencela Allah, agama-Nya, Rasul-Nya dan mereka sendiri.

7. Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam tidak menerima argumentasi mereka, bahkan menyanggahnya dengan sabdanya : “Allahu Akbar, sungguh itu adalah tradisi orang-orang sebelum kalian dan kalian akan mengikuti mereka”. Beliau bersikap keras terhadap permintaan mereka itu dengan ketiga kalimat ini.

8. Satu hal yang sangat penting -dan ini yang dimaksud- Yaitu pemberitahuan dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bahwa permintaan mereka itu persis seperti permintaan bani israil kepada Nabi Musa : “Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka mempunyai sesembahan-sesembahan …” (Di dalamnya ada larangan untuk menyerupai orang-orang kafir dalam lafadz dan ucapan-ucapan mereka).

9. Pengingkaran terhadap hal tersebut adalah termasuk di antara penafsiran laa ilaaha illallah, yang belum difahami dan masih samar bagi mereka yang baru masuk Islam. (Mengucapkan syahadat laa ilaaha illallah harus meniadakan segala sesembahan dari selain Allah ta’ala dan berkaitan dengan berkah tidak boleh dicari dari selain Allah ta’ala.

10. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menggunakan sumpah dalam fatwanya tersebut, dan beliau tidak berbuat demikian kecuali untuk kemaslahatan (atau untuk menolak mudhorot).

11. Syirik itu ada yang besar dan ada yang kecil, buktinya mereka tidak dianggap murtad dengan permintaannya itu.

12. Perkataan mereka “…sedang kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk islam) …” menunjukan bahwa para sahabat yang lain mengerti bahwa perbuatan mereka termasuk syirik. (Mereka diberi uzur [dimaafkan] karena mereka baru saja lepas dari kekufuran).

13. Diperbolehkan bertakbir ketika merasa heran, beda dengan orang-orang yang mengatakan itu makruh.

14. Saddu (menutup),zarooi’ (yaitu jalan yang menyampaikan kepada sesuatu). Az-Zarooi’

ada dua macam:

[1] Zarooi’ yang menyampaikan kepada perkara-perkara yang dituntut oleh syariat. Jalan yang seperti ini tidak ditutup, akan tetapi dibuka dan dianjurkan.

[2] Zarooi’ yang mengantarkan kepada perkara-perkara yang tercela. Yang seperti ini harus ditutup dan inilah yang diinginkan oleh penulis.

15. Dilarang meniru dan melakukan suatu perbuatan yang menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyah. (Tidak dikhususkan dengan perkara-perkara sebelum Rasulullah diutus , bahkan setiap orang yang tidak tahu kebenaran dan mengamalkan amalannya orang-orang jahil (bodoh), maka dia termasuk ahlu jahilayah).

16. Boleh marah ketika menyampaikan pelajaran.

17. Kaidah umum, bahwa di antara umat ini ada yang mengikuti tradisi-tradisi umat sebelumnya, berdasarkan Sabda Nabi “Itulah tradisi orang orang sebelum kamu … dst”. (di dalamnya ada peringatan).

18. Ini adalah salah satu dari tanda kenabian Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, karena terjadi sebagaimana yang beliau ceritakan.

19. Celaan Allah yang ditujukan kepada orang Yahudi dan Nasrani, yang terdapat dalam Al qur’an berlaku juga untuk kita.

20. Sudah menjadi ketentuan umum pada mereka (para sahabat) bahwa ibadah itu harus berdasarkan perintah Allah. Dengan demikian, hadits tersebut di atas mengandung suatu isyarat tentang hal-hal yang akan ditanyakan kepada manusia di alam kubur. Adapun “Siapakah Tuhanmu?”, ini sudah jelas, sedangkan “Siapakah Nabimu?” berdasarkan pengabarannya tentang perkara-perkara ghoib, dan “Apakah agamamu ?” berdasarkan pada ucapan mereka : “Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sesembahan-sesembahan … dst”.

21. Tradisi orang-orang ahli kitab itu tercela seperti tradisinya orang-orang musyrik.

22. Orang yang baru saja pindah dari tradisi-tradisi batil yang sudah menjadi kebiasaan dalam dirinya, tidak bisa dipastikan secara mutlak bahwa dirinya terbebas dari sisa-sisa tradisi tersebut, sebagai buktinya mereka mengatakan : “Kami baru saja masuk Islam”. (Karena itu merupakah hikmah pengasingan seorang yang berzina dari tempat perzinahannya setelah hukuman cambuk ditegakan padanya, yaitu agar tidak mengulanginya kembali. Oleh sebab itu, seyogyanya seseorang menjauh dari tempat-tempat kekufuran, kesyirikan dan kefasikan. Jalan Ahlu sunnah adalah mengambil arahan dari para ulama rabbani, bahwa barang siapa yang kembali kepada jalan sunnah dimana sebelumnya dia pernah berada di atas kesesatan maka tidak boleh diambil ilmu darinya sampai ada persaksian dari ulama bahwa dia telah memiliki akidah yang benar dan telah terbebas dari kesesatan-kesesatannya terdahulu.

Scroll to Top