Mengapa penulis datang dengan bab ini?
1. Setelah penulis menyebutkan agar manusia merealisasikan tauhid pada dirinya sendiri, beliau kemudian mengingatkan agar menda’wahkannya kepada manusia lain. Sebab tidak akan sempurna keimanan melainkan seseorang berda’wah kepada tauhid. Maka untuk memperoleh kesempurnaan tauhid, seseorang diharuskan untuk berda’wah kepadanya. Kalau tidak, maka ia termasuk orang yang kurang dalam tauhidnya.
2. Untuk membantah orang-orang yang mengatakan bahwa yang pertama kali di da’wahkan adalah shalat, bukan tauhid.
Dalil Pertama
Allah berfirman:
قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah di atas bashiroh ( hujjah yang nyata)…(QS. Yusuf :108).
● {“Inilah jalan (agama) ku} : Yang mencakup segala syariat yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, baik dari segi ibadah ataupun berda’wah di jalan Allah ta’ala.
● {kepada Allah} : Para da’i yang berda’wah terbagai menjadi dua: [1] yang beda’wah kepada Allah. [2] Yang berda’wah kepada selain Allah ta’ala.
● {Di atas bashiroh} : Mencakup: [1] ilmu terhadap syariat. [2] Ilmu dengan keadaan yang dida’wahi. [3]. Hikmah dalam berda’wah.
● Syarat-syarat berda’wah di jalan Allah:
1. Iklas.
2. Memiliki ilmu syariat.
3. Hikmah dalam berda’wah.
4. Mengetahui keadaan yang di da’wahi.
5. Besabar.
Dalil Kedua
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ﭭ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ لَـمَّا بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ لَهُ: «إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ – وَفِي رِوَايَةٍ: إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ – فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذَلِكَ؛ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذَلِكَ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْـمَظْلُومِ؛ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ»، أَخْرَجَاهُ.
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu berkata : ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman beliau bersabda kepadanya : “Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab, maka hendaklah pertama kali yang engkau sampaikan kepada mereka adalah syahadat Laa Ilaha Illallah – dalam riwayat yang lain disebutkan “supaya mereka mentauhidkan Allah”-, jika mereka mematuhi apa yang kamu da’wahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam, jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat, yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang yang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan takutlah kamu dari doanya orang-orang yang terzalimi, karena sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya dan Allah” (HR. Bukhori dan Muslim).
Diantara kandungan hadits:
1. Disyariatkan mengutus para da’i yang berda’wah di jalan Allah guna mengajar manusia.
2. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengutus satu orang da’i saja, yang ini menunjukan diterimanya hadits yang dibawa satu orang walaupun dalam masalah akidah.
3. Tidak disyaratkan untuk berdiam di tempat berda’wah dalam jumlah hari tertentu, akan tetapi berdiam ditempat da’wah disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
4. Metode berda’wah kepada orang-orang yang menyelisihi. Dan metode yang paling gampang adalah berda’wah kepada tauhid bukan dengan cara mendebat mereka.
5. Tidak cukup menda’wahkan agar orang masuk Islam saja. Akan tetapi diajarkan pula kepada mereka kewajiban-kewajiban dalam Islam agar mereka taat melaksanakannya dan menetapinya.
Dalil Ketiga
وَلَهُمَا عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ ﭬ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ يَوْمَ خَيْبَرَ: «لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ، وَيُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ، يَفْتَحُ اللهُ عَلَى يَدَيْهِ»، فَبَاتَ النَّاسُ يَدُوكُونَ لَيْلَتَهُمْ، أَيُّهُمْ يُعْطَاهَا، فَلَمَّا أَصْبَحُوا غَدَوْا عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ، كُلُّهُمْ يَرْجُو أَنْ يُعْطَاهَا، فَقَالَ: «أَيْنَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ؟»، فَقِيلَ: هُوَ يَشْتَكِي عَيْنَيْهِ، فَأَرْسَلُوا إِلَيْهِ فَأُتِيَ بِهِ، فَبَصَقَ فِي عَيْنَيْهِ وَدَعَا لَهُ؛ فَبَرَأَ كَأَنْ لَمْ يَكُنْ بِهِ وَجَعٌ، فَأَعْطَاهُ الرَّايَةَ، فَقَالَ: «انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ، ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الإِسْلَامِ، وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ تَعَالَى فِيهِ، فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ».
«يَدُوكُونَ»؛ أَيْ: يَخُوضُونَ.
Dalam hadits yang lain, Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Sahl bin Sa’d, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam disaat perang khaibar bersabda : “Sungguh akan aku serahkan bendera (komando perang) ini besok pagi kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan dia dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, Allah akan memberikan kemenangan
dengan sebab kedua tangannya”, maka semalam suntuk para sahabat memperbincangkan siapakah diantara mereka yang akan diserahi bendera itu, di pagi harinya mereka mendatangi Rasulullah, masing-masing berharap agar ia yang diserahi bendera tersebut, maka saat itu Rasulullah bertanya : “di mana Ali bin Abi Tholib?, mereka menjawab : dia sedang sakit pada kedua matanya, kemudian mereka mengutus orang untuk memanggilnya, dan beliau pun didatangkan, kemudian Rasulullah meludahi kedua matanya, seketika itu juga dia sembuh seperti tidak pernah terkena penyakit, kemudian Rasulullah menyerahkan bendera itu kepadanya dan bersabda : “melangkahlah engkau kedepan dengan tenang hingga engkau sampai ditempat mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam, dan sampaikanlah kepada mereka tentang hak-hak Allah dalam Islam, maka demi Allah, sungguh apabila Allah memberi hidayah kepada seseorang dengan sebab kamu maka itu lebih baik dari onta-onta yang merah”.
Diantara kandungan hadits:
1. Penetapan sifat cinta kepada Allah ta’ala bahwa Allah itu mencintai dan dicintai. Akan tetapi tidak sama sifat cinta Allah dengan sifat cinta para makhluk.
2. Tetapnya keutamaan secara khusus tidak melazimkan tetapnya keutamaan secara umum. Seperti sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kepada Abu Ubaidah radhi Allahu anh bahwasanya dia adalah orang terpercayanya umat ini. Bukan berarti maknanya bahwa Abu Ubaidah orang yang paling utama diantara para sahabat. Demikian pula apa yang Allah sebutkan kepada Mu’adz bin Jabal radhi Allahu ‘anh.
3. حُمْرِ النَّعَمِ : yaitu onta merah, Rasulullah menyebutkannya karena onta merah merupakan hewan yang disenangi orang-orang Arab.
Khawariqul ‘Aadah (yang datang tidak sesuai dengan kebiasaan manusia, seperti terbang di udara atau berjalan di atas air) ada empat macam:
Al-Masaail (Perkara-Perkara)
1. Berda’wah di jalan Allah adalah jalannya orang-orang yang mengikuti Rasulullah shalallauhu ‘alaihi wasallam. (Jalan para rasul dan pengikut-pengikut mereka).
2. Peringatan akan pentingnya ikhlas, sebab banyak di antara manusia ketika mengajak kepada kebenaran, justru mereka mengajak kepada (kepentingan) dirinya sendiri.
3. Bahwa al-bashiroh (berda’wah dengan ilmu) merupakan kewajiban. (Berda’wah adalah kewajiban, maka berilmu untuk itu merupakan kewajiban pula).
4. Di antara bukti kebaikan tauhid adalah karena tauhid mensucikan Allah dari celaan terhadap Allah.
5. Bukti kejelekan syirik adalah bahwa syirik itu menghina Allah. (Seorang yang bertauhid, ia akan mensucikan Allah dari kekurangan).
6. Termasuk hal yang sangat penting adalah seorang muslim harus menjauh dari orang-orang musyrik agar tidak menjadi seperti mereka walaupun ia tidak berbuat syirik seperti mereka. (Karena kalau dia berada ditengah-tengah mereka walaupun dia tidak berbuat syirik namun yang tampak dia bersama mereka).
7. Tauhid adalah kewajiban pertama.
8. Tauhid adalah yang harus didakwahkan pertama kali sebelum mendakwahkan kewajiban yang lain termasuk sholat.
9. Bahwa hakekat “supaya mereka mentauhidkan Allah” adalah merupakan makna syahadat laa ilaaha illallah.
10. Seseorang terkadang termasuk ahli kitab, tapi ia tidak tahu pengertian syahadat yang sebenarnya, atau ia memahami namun tidak mengamalkannya.
11. Peringatan akan pentingnya sistem pengajaran dengan bertahap.
12. Yaitu dengan diawali dari hal yang sangat penting kemudian yang penting dan begitu seterusnya. (Pertama tauhid, kedua shalat, ketiga zakat).
13. Yang berhak mendapatkan zakat. (Delapan golongan yang telah ditetapkan Alqur’an).
14. Seorang guru perlu membongkar syubhat (perkara-perkara samar) dari orang-orang yang baru belajar. (Dengan mengajar dan menghilangkan kejahilan dari mereka).
15. Dilarang mengambil harta yang terbaik dalam penarikan zakat.
16. Perlunya menjaga diri dari doanya orang-orang yang dizalimi.
17. Pemberitahuan bahwa do’a orang yang teraniaya itu tidak terhalangi (dikabulkan). (Di dalamnya ada penggandengan antara targhib [memotivasi] dan tarhib [menakut-nakuti]).
18. Diantara bukti tauhid adalah ujian yang dialami oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan para sahabat, dari kesulitan, kelaparan maupun wabah penyakit. (Di ambil dari kisah perang Khaibar).
19. Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “Demi Allah akan aku serahkan bendera dan seterusnya” adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.
20. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam meludah kepada kedua mata Ali radhi Allahu anh dan seketika itu juga sembuh, juga merupakan salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.
21. Keutamaan sahabat Ali bin Abi Tholib.
22. Keutamaan para sahabat yang mereka berbincang semalam suntuk (tentang siapa yang dimaksud dalam hadits) dan tidak disibukan dengan kabar gembira kemenangan.
23. Kewajiban mengimani takdir Allah, karena bendera tidak diserahkan kepada orang yang sudah berusaha, malah diserahkan kepada orang yang tidak berusaha untuk memperolehnya.
24. Adab di dalam berjihad, sebagaimana yang terkandung dalam sabda Rasul : “berangkatlah engkau dengan tenang”. (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk tidak tergesa-gesa).
25. Disyariatkan untuk mendakwahi musuh ke dalam Islam sebelum memeranginya.
26. Syariat ini berlaku pula terhadap mereka yang sudah pernah didakwahi dan diperangi sebelumnya.
27. Dakwah harus dilaksanakan dengan hikmah, sebagaimana yang diisyaratkan dalam sabda Nabi : “ … dan sampaikanlah tentang apa-apa yang wajib bagi mereka”. (Karena kadang mereka mengaplikasikan Islam ini dan kadang pula tidak. Oleh karena itu, perlu untuk di amati terus keislaman mereka agar tidak kembali lagi kepada kekufuran).
28. Wajib mengenal hak-hak Allah dalam Islam.
29. Besarnya pahala bagi seseorang ketika ada satu orang yang mendapat hidayah (masuk Islam) lewat dirinya. (Bahwa itu lebih baik dari setiap yang dianggap baik di dunia).
30. Diperbolehkan bersumpah dalam menyampaikan petunjuk. (Namun tidak seharusnya bersumpah ketika berfatwa melainkan karena disana ada maslahat dan faedah).